Kerusakan Lingkungan Hidup dan Kewenangan Penghitungan Kerugian Negara

Yang perlu menjadi perhatian adalah konsistensi dalam penegakan hukum, khususnya perkara lingkungan hidup

ISTIMEWA
Lawyer di Jakarta International Law Office Mardani Wijaya. 

Jika merujuk pada ketentuan Pasal 10 UU BPK dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan, maka penghitungan kerugian lingkungan hidup haruslah dilakukan oleh instansi yang memiliki kewenangan untuk menyatakan atau men-declare adanya kerugian negara dan besarnya kerugian negara. 

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai instansi yang memiliki kewenangan konstitusional untuk menyatakan ada tidaknya kerugian negara semestinya secara konsisten juga dapat melaksanakan kewenangannya untuk melakukan penghitungan kerugian lingkungan hidup. 

Dalam rangka mewujudkan kepastian hukum yang berkeadilan, penegakan hukum, khususnya dalam perkara lingkungan hidup haruslah dilakukan dengan mekanisme sebagaimana penegakan hukum dalam perkara tindak pidana korupsi jika ingin tetap konsisten dalam penerapan hukum yang berlaku. 

Penghitungan kerugian lingkungan hidup sudah seharusnya dilakukan oleh instansi yang memang memiliki kewenangan penuh untuk melakukan penghitungan kerugian negara, regulasi yang memberikan kewenangan kepada KLHK untuk menunjuk ahli yang melakukan penghitungan kerugian lingkungan hidup haruslah dilakukan evaluasi dalam pelaksanaannya agar tidak menimbulkan potensi sengketa kewenangan antar lembaga di kemudian hari.

Tidak hanya itu, potensi kesalahan dalam penghitungan kerugian lingkungan hidup bisa saja terjadi apabila dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kompetensi/keilmuan dibidang penghitungan kerugian lingkungan hidup namun akan menganggap diri sudah benar dalam melakukan penghitungan karena merasa telah ditunjuk oleh KLHK berdasarkan ketentuan Pasal 4 PerMen LH 7/2014. 

Jika terjadi hal demikian, sudah barang tentu akan merugikan pihak-pihak yang “dipaksa” menerima penghitungan kerugian lingkungan hidup oleh orang yang tidak kompeten dalam melakukan valuasi ekonomi sumber daya alam.

Konsistensi dalam penerapan hukum menjadi sangat penting dilakukan untuk menghasilkan kepastian hukum yang berkeadilan. 

Penghitungan kerugian lingkungan hidup yang akan dijadikan sebagai penerimaan negara untuk disetor ke kas negara harus pula dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memang sudah diberikan kewenangan oleh aturan yang lebih tinggi dari PerMen LH 7/2014 yaitu UU BPK sebagai wujud dari konsep negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai kepastian, kemanfaatan dan keadilan hukum.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved