Kematian Brigadir Nurhadi

AJI Mataram Desak Media Hentikan Seksisme pada Tersangka M dalam Kasus Kematian Brigadir Nurhadi

AJI Mataram mendesak media massa menghentikan praktik sensasional dan seksisme dalam pemberitaan kasus kematian Brigadir Muhammad Nurhadi

|
Penulis: Rozi Anwar | Editor: Laelatunniam
ISTIMEWA
ETIK JURNALISTIK - Pasangan ketua dan sekretaris AJI saat konferta AJI Mataram pada (27/6/2025). AJI Mataram mendesak agar media massa menghentikan sensasional, seksisme, subordinasi, pelanggaran privasi serta mengajak mematuhi Kode Etik Jurnalistik (KEJ), dalam pemberitaan kasus kematian Brigadir Muhammad Nurhadi yang menyeret tersangka perempuan berinisial M. 

Selanjutnya, Anggota Bidang Gender, Anak dan Kelompok Marginal bersama Satgas Anti Kekerasan Seksual AJI Indonesia,  Ocha Mariadi mengatakan kasus kematian Brigadir Nurhadi viral karena keterlibatan polisi, perempuan dan narkoba sehingga menarik perhatian publik.

“Ada upaya penggiringan opini sehingga memecah perhatian publik kepada pribadi M, sehingga tidak menanyakan lebih jauh transparansi dan proses penyidikan kasus ini,” kata Ocha.

Menurutnya, profiling tanpa persetujuan M adalah bentuk pelanggaran privasi.

“Doxing belum terlihat spesifik, tetapi terjadi pelanggaran privasi. Menulis latar belakang keluarga dan prestasi M ini bentuk pelanggaran privasi.

Menyebut M kesurupan juga pelanggaran. Ini dapat menimbulkan stigma dan diskriminasi. Publik jadi bertanya tentang kondisi psikologis M,” jelas Ocha.

Pemberitaan yang bias gender bertentangan dengan nilai yang mengikat kerja-kerja jurnalistik seperti tertera dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang diatur dalam Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 dan UU Pers No. 40/1999.

Berita-berita ini telah melanggar Pasal 8 KEJ yang berbunyi, "Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa, atau cacat jasmani.

Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik menyatakan bahwa Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya. Cara-cara profesional yang dimaksudkan yaitu menghormati hak privasi.

Pasal 9 Kode Etik Jurnalistik berbunyi wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik. Kehidupan pribadi menyangkut kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang berhubungan dengan kepentingan publik.

Pasal 3 berbunyi wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara seimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Pasal 4 berbunyi wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Untuk itu AJI Mataram menyatakan sikap:

1. Mendorong jurnalis melakukan kerja-kerja profesional dengan menulis berita yang fokus pada proses hukum yang adil, bukan pemberitaan bias terhadap identitas gender tertentu.

2. Mengimbau media massa agar menghentikan praktik sensasional, seksisme, subordinasi, penyebaran informasi pribadi tanpa izin terhadap tersangka perempuan M dalam pemberitaan kasus kematian Brigadir Nurhadi, apalagi dengan menggunakan alasan demi mendulang klik.

3. Mengimbau media massa agar memastikan jurnalisnya mematuhi pedoman pemberitaan media siber dan kode etik jurnalistik dalam setiap koreksi berita atau produk jurnalistik lainnya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved