Kematian Brigadir Nurhadi
Siasat Yogi dan Aris Rekayasa Kasus Pembunuhan Brigadir Nurhadi
Setelah Nurhadi dinyatakan meninggal dunia oleh dokter di Klinik Warna Gili Trawangan, Aris melarang pihak klinik untuk mendokumentasikan jenazah.
Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Idham Khalid
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Jaksa penuntut umum (JPU) mengungkap siasat dua terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Muhamad Nurhadi, yakni Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan Ipda Aris Candra untuk merekayasa kronologi kejadian.
Dalam dakwaannya, jaksa menyebutkan, setelah Brigadir Nurhadi dinyatakan meninggal dunia oleh dokter di Klinik Warna Gili Trawangan, Aris melarang pihak klinik untuk mendokumentasikan jenazah korban.
"Sehingga dengan adanya pelarangan tersebut, saksi bersama tim medis Klinik Warna Medika tidak berani membuat foto dan rekam medis sebagai data pelengkap membuat surat kematian," kata Ahmad Budi Muklish mewakili JPU.
Padahal itu bagian dari standar operasional prosedur (SOP), sebagai bahan penyusunan rekam medis, kartu identitas dan surat kematian yang dapat digunakan sebagai barang bukti untuk mengungkap suatu peristiwa kejahatan.
Tim medis di Klinik Warna juga membuat surat kematian tertanggal mundur 16 April 2024 padahal peristiwa itu terjadi 2025, kemudian waktu kejadian juga dicatat mundur menggunakan Waktu Indonesia Barat (WIB) seharusnya menggunakan Wita.
Baca juga: Kronologi Kematian Brigadir Nurhadi: Dipukul, Dipiting, Didorong ke Kolam
Selanjutnya dua terdakwa ini juga melarang petugas patroli untuk melakukan identifikasi terhadap jenazah korban, Aris meminta pada saat itu agar dirinya saja yang mengurus jenazah Nurhadi dan membuat seolah yang meninggal bukan anggota polisi.
"Terdakwa (Aris Candra) juga melarang saksi Brian Dwi Siswanto (anggota patroli) untuk melakukan pengecekan jenazah dan mengecek kamar di Klinik Warna Medika," kata Muklish.
Karena dua terdakwa merupakan anggota Paminal Bid Propam Polda NTB, saksi Brian tidak berani untuk melakukan identifikasi itu karena keduanya memiliki pengaruh di Polda NTB.
Namun saksi Brian sempat melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) secara diam-diam, tetapi karena takut ketahuan ia tidak melakukannya secara mendalam misalnya dengan memasang garis polisi.
Manajamen Villa Tekek yang merupakan lokasi tempat Nurhadi meregang nyawa juga keberatan jika dipasangkan garis polisi, karena dianggap akan menggangu tamu hotel.
Terdakwa Yogi juga meminta kepada Aris dan Misri yang merupakan teman kencannya untuk menghapus isi percakapan di handphone mereka, termasuk isi percakapan dengan Meylani Putri yang merupakan teman kencan Aris.
Setelah itu, Yogi dan Aris menghubungi Kasat Reskrim Polres Lombok Utara, AKP Punguan Hutahaean untuk menghapus rekaman CCTV di hotel itu.
Yogi juga terus meminta perkembangan hasil olah TKP yang dilakukan Polres Lombok Utara, Yogi juga menyampaikan kepada Kasat Reskrim Polres Lombok Utara bahwa Nurhadi meninggal akibat salto di kolam.
Namun karena Kasat Reskrim Polres Lombok Utara itu takut, ia mengatakan bahwa penanganan kasus ini akan diambil alih Polda NTB.
(*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.