Mengenal Ritual Nyalamak Dilauk, Tradisi Suku Pesisir Lombok Timur Syukuri Hasil Laut Melimpah

Ritual Nyalamak Dilauk digelar oleh masyarakat Suku Bajo, Mandar, Makassar, dan Bugis di Desa Tanjung Luar, Lombok Timur, sebagai wujud syukur.

Editor: Laelatunniam
Dok. Istimewa
TRADISI - Kerbau sebelum diarak ke pinggir pantai dalam rangkaian prosesi tradisi Nyalamak Dilauk oleh Masyarakat Desa Tanjung Luar, Rabu (9/7/2025). Ritual Nyalamak Dilauk (Selamatan Laut) digelar oleh masyarakat Suku Bajo, Mandar, Makassar, dan Bugis di Desa Tanjung Luar, Lombok Timur, sebagai wujud syukur atas hasil tangkapan laut yang melimpah. 
Ringkasan Berita:
  • Ritual Nyalamak Dilauk (Selamatan Laut) digelar oleh masyarakat Suku Bajo, Mandar, Makassar, dan Bugis di Desa Tanjung Luar, Lombok Timur, sebagai wujud syukur atas hasil tangkapan laut yang melimpah.
  • Prosesi Puncak dan Sesembahan: Ritual berlangsung sekitar tiga hari, diawali arak-arakan kerbau dan diakhiri dengan pelarungan kepala kerbau (yang dilengkapi emas 3 gram) ke laut sebagai persembahan.

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR - Masyarakat perantau yang terdiri dari Suku Bajo, Mandar, Makassar, dan Bugis di Desa Tanjung Luar, Kecamatan Keruak, Lombok Timur, secara rutin menggelar tradisi adat turun temurun bernama Nyalamak Dilauk atau Selamatan Laut.

Terbaru ritual tersebut digelar pada Juli lalu.

Ritual akbar ini dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur kolektif atas limpahan hasil tangkapan laut yang mereka peroleh.

Kepala Desa Tanjung Luar, Saiful Rahman menjelaskan, rangkaian ritual tersebut berlangsung selama kurang lebih tiga hari.

Prosesi diawali dengan arak-arakan kerbau yang diiringi oleh alunan musik tradisional sebelum hewan tersebut disembelih.

“Ini turun temurun, sebagai wujud syukur kita terhadap melimpah tangkapan laut,” kata Saiful Rahman.

Arak-arakan kerbau ini dilakukan di sepanjang pinggir pantai sambil diiringi tabuhan alat musik tradisional yang dikenal sebagai sarone.

 Saiful Rahman menekankan pentingnya pelestarian tradisi ini. “Ini aset kita di NTB, ritual nyelamak Dilauk,”ucapnya.

Prosesi Puncak dan Unsur Mistis

Ketua Panitia Festival Bahari Nyelamak Dilauk, Abbas menjelaskan, tradisi ini sarat dengan unsur mistis, terutama dalam prosesi arak-arakan dan tarian yang mengiringi.

Sebelum kerbau dipotong, hewan tersebut diarak keliling pantai lengkap dengan sesajen, kemenyan, serta dibalut kain-kain pusaka.

Ritual ini melibatkan empat suku utama (Bugis, Bajo, Mandar, dan Makassar), yang disimbolkan dengan empat bendera berwarna berbeda (putih, merah, kuning, dan hitam) yang menyatu.

“Ritual yang terlibat ada suku Bugis, Bajo, Mandar dan Makassar makannya ada empat bendera ada warna putih, merah, kuning, dan hitam itu pertanda empat suku dan menyatu,” kata Abbas.

Ia juga mengisahkan momen di mana beberapa warga terlihat menari hingga menangis histeris.

Kondisi ini dipercaya sebagai simbol kegembiraan di mana raga mereka dipinjam oleh makhluk laut.

“Kalau kita tanya yang kerasukan ada kapal besar sandar dekat rumah adat di pinggir pantai itu dan mereka (makhluk laut) datang dari mana-mana dan naik ke rumah adat,” sambungnya.

Dalam arak-arakan, di punggung kerbau diletakkan pisang (sebagai simbol kemakmuran), kelapa, dan kain-kain pusaka. Malam keempat, kerbau tersebut dipotong.

Pelarungan ke Laut dan Larangan Melaut

Saiful Rahman melanjutkan, panitia telah menyiapkan perlengkapan untuk pelarungan di hari terakhir, termasuk rakit, kemenyan, dan kepala kerbau yang disematkan emas seberat 3 gram.

“Nanti hari terakhir kepala dilarung ke laut, daging kita bagikan ke anak-anak yatim,” ujarnya.

Pelarungan kepala kerbau dilakukan pada siang hari menggunakan rakit kecil berbentuk kotak, disertai sesajen.

Tindakan ini didasarkan pada keyakinan orang tua terdahulu bahwa persembahan kerbau adalah balasan atas ikan melimpah yang telah diberikan laut.

“Itu siang hari, secara keyakinan orang tua dulu melarung ke laut sebagai sesembahan kita diberikan (ikan melimpah) kita berikan kepada kerbau sebagai sesembahan,” tambah Abbas.

Setelah ritual selesai, sebagai bentuk penghormatan terhadap laut, masyarakat Desa Tanjung Luar tidak diperkenankan melaut selama tiga hari. Saiful Rahman membenarkan larangan ini. “Kita minta tidak melaut selama tiga hari,” ucapnya.

Apresiasi Pemerintah Daerah
 

Bupati Lombok Timur, Haerul Warisin, memberikan apresiasi tinggi kepada masyarakat Tanjung Luar karena telah berhasil melestarikan tradisi adat Nyalamak Dilauk. Ia berkomitmen penuh bahwa Pemerintah Daerah akan mendukung kelanjutan event budaya tersebut.

“Diharapkan lebih meriah dan semakin dikenal luas. Ritual adat Nyalamak Dilauk bentuk rasa syukur dan harapan serta bagian dari upaya melestarikan ekosistem laut,” pungkas Bupati.

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved