Opini

Abolisi dan Amnesti Prabowo, Rekonsiliasi Demi Persatuan Bangsa

Kepemimpinan bukan hanya tentang kuasa, tetapi tentang tanggung jawab untuk menyatukan dan menyejahterakan rakyat.

Editor: Sirtupillaili
Dok.Istimewa
Dr. H. Ahsanul Khalik 

Oleh : Dr. H. Ahsanul Khalik
*Pimpinan Wilayah Muhammadiyah NTB Periode 2012-2017 & 2017-2022

Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan abolisi kepada Thomas Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto mencerminkan babak baru dalam arah kepemimpinan nasional. 

Ini bukan sekedar kebijakan hukum administratif, lebih dari itu, ia merupakan langkah strategis yang sarat dengan nilai kenegarawanan, keberanian moral, serta kehendak tulus untuk menyembuhkan luka politik dan sosial yang telah lama membelah bangsa.

Dalam perjalanan sejarah republik ini, kita mengenal para negarawan seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan Sutan Sjahrir, adalah tokoh-tokoh yang berani mengambil keputusan besar, meski tak selalu populer, demi menjaga keutuhan bangsa. 

Mereka memahami satu prinsip luhur, bahwa kepemimpinan bukan hanya tentang kuasa, tetapi tentang tanggung jawab untuk menyatukan dan menyejahterakan rakyat.

Kini, Presiden Prabowo tampaknya sedang menapaki jejak serupa. Ia tak hanya memerintah sebagai kepala negara, melainkan sedang tumbuh menjadi seorang pemimpin bangsa yang ingin menjadi rumah bagi semua, melintasi batas ideologi dan sekat-sekat politik.

Bagi penulis, kebijakan abolisi dan amnesti ini bukan sekedar pemberian pengampunan. Ia adalah jembatan menuju rekonsiliasi, sebuah upaya strategis untuk menyatukan kembali simpul-simpul bangsa yang sempat terurai.

Secara konstitusional, hak Presiden untuk memberikan abolisi dan amnesti dijamin dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 dengan persetujuan DPR. Namun, dalam konteks sosial-politik, dua instrumen ini mengandung makna yang lebih dalam, sebagai mekanisme pemulihan, bukan sekedar pelepasan hukuman. Ia berfungsi untuk menjahit luka sejarah, mengurai ketegangan antar kelompok, dan memperkuat tenunan kebangsaan.

Baca juga: Respons Gibran Soal Amnesti Hasto dan Abolisi Tom: Bapak Presiden Pasti Sudah Kalkulasi Matang

Ketika Presiden Prabowo memutuskan untuk memberikan abolisi kepada Thomas Lembong, seorang teknokrat yang tengah menjalani proses hukum dalam kasus impor gula dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto, tokoh sentral dari salah satu partai besar, Prabowo sesungguhnya sedang menunjukkan bahwa pemerintahannya tidak dibangun di atas dendam, tetapi atas semangat merangkul semua kekuatan untuk bersama membangun negeri.

Prabowo tidak sedang melemahkan hukum, tetapi sedang merawat persatuan bangsa.

Langkah ini mengingatkan kita pada sikap kenegarawanan Presiden Soekarno dalam meredam berbagai pemberontakan pasca kemerdekaan. Demi mengakhiri konflik bersenjata dengan kelompok DI/TII dan kerusuhan daerah lainnya, Soekarno memberikan amnesti dan abolisi bagi mereka yang bersedia kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Yang dilakukan Presiden Soekarno pada saat itu, menegaskan kepada kita bahwa memaafkan bukan berarti melupakan, bangsa besar adalah bangsa yang belajar dari sejarah dan memilih pengampunan sebagai jembatan menuju persatuan.

Demikian pula dengan Abdurrahman Wahid (Gus Dur), yang dalam masa kepemimpinannya berani mencabut larangan budaya Tionghoa, memulihkan hak-hak eks tapol 1965, dan mendorong rekonsiliasi nasional. 

Gus Dur tak sekedar memaafkan, tetapi membuka pintu maaf sebagai pondasi negara yang adil dan beradab, sebuah rumah bersama bagi semua warga tanpa diskriminasi sejarah atau identitas.

Dari kedua tokoh itu kita belajar bahwa rekonsiliasi bukanlah tanda kelemahan, melainkan cermin kedewasaan moral dan keberanian politik. Kini, semangat serupa mengalir dalam kebijakan Presiden Prabowo.

Indonesia adalah negeri majemuk, bukan hanya secara etnis dan agama, tetapi juga dalam lintasan sejarah dan dinamika politik. Dalam konfigurasi seperti ini, abolisi dan amnesti bukan hanya soal konstitusi, tetapi juga mekanisme penyembuhan sosial. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved