Opini
Abolisi dan Amnesti Prabowo, Rekonsiliasi Demi Persatuan Bangsa
Kepemimpinan bukan hanya tentang kuasa, tetapi tentang tanggung jawab untuk menyatukan dan menyejahterakan rakyat.
Masyarakat telah lama dilanda kelelahan akibat friksi elite, kriminalisasi lawan politik, dan retorika kebencian yang memperuncing polarisasi.
Di tengah lanskap seperti itu, kebijakan Presiden Prabowo menjadi semacam oase, tanda bahwa negara sedang mengajak semua pihak untuk menghentikan permusuhan, merawat luka, dan bersama menanam harapan baru.
Abolisi dan amnesti ini menjadi pesan yang kuat, bahwa negara hadir untuk semua anak bangsa, termasuk mereka yang sempat tersesat, terjebak, atau terpinggirkan oleh pertarungan kuasa.
Dari perspektif psikologi kepemimpinan, kemampuan memberi maaf adalah wujud tertinggi dari kematangan emosional seorang pemimpin.
Prabowo, yang pernah mengalami pahitnya fitnah, penolakan, bahkan pengucilan, kini justru membuka pintu lebar-lebar bagi mereka yang dulu berseberangan. Ini menunjukkan bahwa ia tidak dikuasai oleh dendam, melainkan digerakkan oleh cinta pada tanah air dan masa depan bangsa.
Keberanian untuk memaafkan bukanlah kelemahan, tetapi kekuatan pemimpin sejati, yang percaya pada masa depan yang lebih utuh.
Rekonsiliasi merupakan bagian penting dari keadilan transisional. Ia tidak meniadakan keadilan, tetapi melengkapinya agar pemulihan dapat berjalan seiring dengan kebenaran, tanggung jawab, dan jaminan untuk tidak mengulangi kesalahan masa lalu.
Tentu ada yang mempertanyakan, apakah ini mencederai keadilan? Jawabannya, tidak. Keadilan restoratif tidak menghapus tanggung jawab, melainkan membuka ruang bagi rehabilitasi.
Mereka yang menerima abolisi dan amnesti tetap menanggung tanggung jawab moral, tetapi diberikan kesempatan untuk menebusnya dengan kontribusi positif bagi bangsa.
Dalam masyarakat plural seperti Indonesia, keadilan sejati adalah keadilan yang juga menyembuhkan dan menyatukan, bukan sekadar menghukum.
Langkah Prabowo adalah bentuk politik yang membuka ruang baru, bukan membalas luka lama. Ini bukan strategi elektoral, bukan pula langkah populis, tetapi pilihan kenegaraan yang dilandasi visi moral yang jauh ke depan.
Ia menunjukkan bahwa menjadi presiden bukan sekedar mendulang dukungan, melainkan membangun rumah besar yang memayungi semua.
Semangat kenegaraan yang diusung Prabowo selaras dengan gagasan bahwa “negara tidak boleh menjadi alat satu kelompok, tetapi rumah besar bagi seluruh warga negara.”
Dengan memberikan abolisi dan amnesti, Presiden Prabowo sedang membuka pintu rumah itu lebih lebar untuk semua anak bangsa yang ingin bersama membangun Indonesia yang damai, adil, dan maju.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Tantangan Utama Gubernur Iqbal dari Bangsa Sasak Sendiri |
![]() |
---|
Masnun Tahir: Antara UIN Mataram dan NU NTB |
![]() |
---|
Merawat Kebersamaan Tanpa Unjuk Rasa, MotoGP Wajah Indonesia dari NTB untuk Dunia |
![]() |
---|
Hultah NWDI: Warisan Spiritualitas dan Kebersamaan |
![]() |
---|
Refleksi Pelantikan PW NU NTB: Mengikat Ukhuwah, Menata Masa Depan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.