Opini

Tantangan Utama Gubernur Iqbal dari Bangsa Sasak Sendiri

Berdasarkan pengalaman berpolitik orang Sasak, saya melihat gempita raya itu menjadi pisau bermata dua bagi gubernur Iqbal.

Editor: Sirtupillaili
Dok.Istimewa
Salman Faris. Penulis merupakan Dosen Universiti Pendidikan Sultan Idris (UPSI) Malaysia dan Penulis Novel Guru Dane. (Dok.Istimewa) 

Oleh: Salman Faris

Tidak dapat dimungkiri besarnya euforia bangsa Sasak atas kemenangan gubernur Iqbal. Hal tersebut dirayakan sebagai kemenangan bangsa Sasak. Kemenangan yang kembali ke tangan Sasak. Saya perlu jelaskan sedikit secara khusus dalam hal ini. 

Orang Sasak ini agak aneh, meskipun TGB pernah menjadi gubernur, namun riuh rendah perayaan tidak segempita saat kemenangan gubernur Iqbal dan Pak Serinata. Karena TGB tidak sepenuhnya dinilai merepresentasikan bangsa Sasak

Malahan ada kesan, TGB didendami karena pada waktu itu mengalahkan Pak Serinata, yang notabene benar-benar dirasakan sebagai bangsa Sasak itu sendiri. Sedangkan TGB, dirasa, entah mewakili siapa. 

Karena itu, begitu giliran gubernur Iqbal, bangsa Sasak seperti mendapatkan kembalinya kemenangan. Itu penjelasan singkat saya. Bab ini cukup serius, jadi diperlukan judul tulisan yang lain untuk dapat menguraikannya pola politik orang Sasak.

Kembali ke soal gempita kemenangan gubernur Iqbal yang meniupkan semangat dan harapan baru bagi Sasak. Kemenangan yang kembali, sekaligus kemenangan yang harus terus dipertahankan. Demikianlah kira-kira tekad bangsa Sasak. Namun persoalannya, apakah hal tersebut akan memberikan keuntungan bagi gubernur Iqbal? Apakah gempita raya bangsa Sasak itu akan memudahkan visi dan misi gubernur Iqbal untuk menduniakan NTB? 

Berdasarkan pengalaman berpolitik orang Sasak, saya melihat gempita raya itu malahan menjadi pisau bermata dua bagi gubernur Iqbal. Dengan kata lain, euforia kemenangan bangsa Sasak tersebut malahan menjadi tantangan utama gubernur Iqbal. 

Baca juga: Sasak, Bangsa Tanpa Pemimpin Kultural

Tantangan dari dalam bangsa sendiri yang merupakan watak dasar politik, bahkan kebangsaan orang Sasak. Politik dan kebangsaan orang Sasak, tidak pernah benar-benar beraroma tunggal. Seumpama angin, terbang melewati harum, maka harumlah aroma angin itu. Melayang melewati amis bangkai, maka aroma amis bangkailah angin itu. Sangat mudah menjadi pembela mati, sangat cepat menjadi pembunuh saudara sendiri.

Dengan begitu, sekali lagi saya tegaskan bahwa bangsa Sasaklah tantangan terbesar gubernur Iqbal dalam menakhodai NTB. Kenapa? Baik, saya akan coba sedikit uraikan. 

Ada aroma kebangkitan bangsa Sasak ketika gubernur Iqbal bertanding. Gejala ini ditandai dengan terbentuknya semacam persepsi kolektif bahwa meskipun ada calon lain dari bangsa Sasak, namun hanya gubernur Iqbal yang sepenuh merepresentasikan bangsa Sasak. Persepi kolektif itu kemudian menyusup secara kultural dan sistematis ke tengah bangsa Sasak, yang kemudian secara perlahan membentuk imajinasi kolektif tentang satu masa, di mana inilah saat kebangkitan bangsa Sasak. Inilah masa untuk mendapatkan kemenangan kembali bangsa Sasak.

Atas dasar itu, maka tumbuhlah satu situas, yang mungkin bisa saya analogikan sebagai penyakit megalomania. Karena bangsa Sasak berhasil membentuk imajinasi kolektif tentang kebangkitan melalui diri gubernur Iqbal, maka tumbuh secara kuat tiga merasa pada diri bangsa Sasak. 1) merasa paling berjasa, 2) merasa paling berhak, 3) merasa paling memiliki. 

Meskipun secara teori, amat susah memetakan siapa paling berjasa dalam pertarungan politik, karena pada dasarnya setiap orang, semua komponen bekerja dalam sistem masing-masing. Tetapi karena sudah dijangkiti penyakit merasa paling berjasa alias merasa paling berjuang, maka orang Sasak tidak bisa dielakkan dari situasi, di mana merekalah yang berjasa atas kemanangan gubernur Iqbal. 

Secara retorik, mereka dapat membangun argumen bahwa atas terbentuknya imajinasi kolektif kemenangan bangsa Sasaklah gubernur Iqbal memenangkan kontestasi. Secara ilmiah, ini dapat dibantah, namun sekali lagi karena sudah menjadi penyakit, maka bantahan berubah sia-sia.

Karena merasa paling berjasa dalam kemenangan gubernur Iqbal, maka menjalar penyakit merasa paling berhak. Bangsa sasak merasa paling berhak mendapatkan porsi lebih besar atas kue kemenangan. 

Dengan keyakinan ini, mereka menuntut kepala OPD harus lebih banyak dari bangsa Sasak, misalnya. Atau contoh lain, pembangunan harus lebih banyak ditumpukan di tengah orang Sasak. Mereka merasa paling berhak untuk lebih banyak dan lebih luas dilibatkan dalam program pemerintah, pengangkatan tim-tim strategis, perumusan pengembangan daerah.

Halaman
12
Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved