Opini
Merawat Kebersamaan Tanpa Unjuk Rasa, MotoGP Wajah Indonesia dari NTB untuk Dunia
Unjuk rasa memang bagian dari hak warga negara, tetapi alangkah indahnya bila hak itu dipakai untuk memperkuat
Oleh : Dr. H. Ahsanul Khalik
Staf Ahli Gubernur NTB Bidang Sosial dan Kemasyarakatan
Mandalika kembali menjadi pusat perhatian dunia. Gelaran MotoGP yang sebentar lagi berlangsung bukan sekedar tontonan olahraga Balapan Kuda Besi, melainkan panggung besar yang mempertemukan identitas daerah, semangat kebangsaan, dan wajah Indonesia di mata internasional. Di balik gemerlap persiapan, muncul riak-riak suara sebagian kecil masyarakat yang ingin menggelar unjuk rasa dengan dalih menolak MotoGP. Alasan yang diangkat, mulai dari isu siaga darurat, kemungkinan gempa megathrust, hingga persoalan lahan yang terus diulang, sesungguhnya bukanlah dasar yang tepat untuk menolak sebuah agenda besar yang justru memberi manfaat luas bagi masyarakat.
Dalam setiap event bertaraf internasional, selalu ada ruang bagi kritik dan aspirasi. Itu hal wajar dalam kehidupan demokrasi. Tetapi ketika alasan-alasan yang diangkat tidak selaras dengan kenyataan, maka ia hanya menjadi kabut yang berusaha menutupi sinar matahari. Siaga darurat yang dimaknai aparat kepolisian, misalnya, bukan berarti keadaan daerah ini genting atau tidak aman. Ia adalah bentuk kesiapsiagaan penuh aparat, terutama satuan intelijen, dalam membaca dinamika sosial dan mencegah potensi gangguan. Justru dengan status siaga, penyelenggaraan MotoGP terlindungi lebih maksimal. Semua sumber daya keamanan pada kepolisian digerakkan, masyarakat mendapat jaminan rasa aman, dan NTB tampil lebih siap menyambut tamu dari berbagai negara.
Begitu juga dengan isu megathrust yang kerap dipelintir menjadi momok. Informasi dari BMKG tentang potensi gempa besar adalah bagian dari mitigasi, sebuah ajakan agar masyarakat lebih waspada dan siap. Tidak seorang pun di dunia ini yang dapat memprediksi dengan pasti kapan gempa akan datang. Karena itu, kehidupan tidak boleh berhenti hanya karena rasa takut. Sama seperti nelayan yang tetap melaut meski ombak tak bisa ditebak, masyarakat NTB pun perlu melanjutkan aktivitasnya dengan penuh kesadaran akan adanya risiko. MotoGP tidak berbeda dengan rutinitas harian kita, ia adalah aktivitas yang berjalan di tengah kewaspadaan, dengan skenario mitigasi yang sudah disiapkan oleh pemerintah, aparat, dan panitia.
Persoalan lahan pun sejatinya bukan cerita baru. ITDC bersama pemerintah daerah telah membuka ruang seluas-luasnya bagi siapa pun yang merasa memiliki hak untuk membuktikan kepemilikannya melalui jalur hukum. Banyak yang sudah selesai dengan kesepakatan, sebagian lain masih berproses. Negara hukum memberi ruang bagi semua pihak untuk mencari keadilan, dan jalur pengadilan adalah cara yang bermartabat untuk menyelesaikan. Menjadikan isu ini sebagai alasan menolak MotoGP justru merugikan banyak orang, karena event ini bukan hanya milik ITDC atau pemerintah, tetapi milik seluruh masyarakat NTB.
Baca juga: Pembalap MotoGP akan Kunjungi SDN 2 Ngolang dan Ponpes NU Lenser, Cek Jadwal Kegiatannya
Unjuk rasa memang bagian dari hak warga negara, tetapi alangkah indahnya bila hak itu dipakai untuk memperkuat, bukan melemahkan. Kita butuh aktivis, kita butuh penggerak masyarakat yang kritis, tetapi juga logis dan berimbang. Mengawal pembangunan, ya. Mengingatkan pemerintah, tentu. Namun menggunakan panggung sebesar MotoGP hanya untuk menyuarakan hal-hal yang sebetulnya telah dijawab, terasa kurang bijak. Bahkan, bisa jadi kontraproduktif bagi nama daerah yang kita cintai bersama.
MotoGP di Mandalika bukan sekedar balapan motor alias kuda besi. Ia adalah magnet ekonomi yang menghidupkan warung kecil di pinggir jalan, mengisi kamar-kamar hotel, homestay, menggerakkan transportasi lokal, pelaku UMKM, hingga membuka ruang kerja bagi banyak warga. Ia adalah kesempatan emas bagi NTB untuk menunjukkan keramahan budaya Sasak - NTB, keindahan alam Lombok, dan wajah modern Indonesia di depan dunia. MotoGP adalah etalase yang mempertemukan tradisi dan modernitas, sebuah panggung yang jarang dimiliki daerah lain di negeri ini.
Karena itu, menjaga kelancaran MotoGP berarti menjaga nama baik NTB, bahkan nama baik bangsa. Jangan sampai dunia melihat kita sebagai bangsa yang sibuk bertengkar dengan diri sendiri, sementara peluang besar lewat begitu saja. Sudah saatnya kita menata narasi bersama, bahwa NTB adalah rumah besar yang aman, ramah, dan siap menyambut siapa saja.
Apalagi, di balik layar, pemerintah daerah bersama TNI-Polri telah menyiapkan strategi berlapis. Early warning system berjalan untuk memetakan potensi kerawanan. Dialog multipihak dilakukan agar semua aspirasi terserap. Komando komunikasi dipusatkan agar tidak simpang siur. Aparat pun diarahkan untuk bersikap humanis, mengedepankan pengawalan dan pencegahan provokasi. Semua ini menunjukkan bahwa negara hadir, bukan hanya untuk mengamankan event, tetapi juga untuk memastikan masyarakat tetap nyaman.
Gelaran MotoGP harus kita maknai sebagai ruang merawat kebersamaan. Tidak perlu unjuk rasa yang justru membuat citra daerah keruh. Lebih baik energi kolektif kita arahkan untuk menyambut tamu, menguatkan ekonomi rakyat, dan menampilkan NTB sebagai wajah terbaik Indonesia. Aktivis dan masyarakat kritis tetap dibutuhkan, tetapi marilah kritik itu kita salurkan dengan cara yang membangun, bukan dengan memperlemah semangat yang sudah kita bangun bersama.
Sesungguhnya, setiap riak isu yang muncul menjelang MotoGP bisa juga kita pandang sebagai pengingat, bahwa pembangunan tanpa komunikasi bisa melahirkan salah paham, bahwa aspirasi masyarakat perlu terus didengar, dan bahwa rasa memiliki terhadap daerah ini harus selalu dipupuk. Tetapi ketika riak itu diarahkan untuk menolak sebuah peluang emas, di situlah kita perlu berdiri bersama, menyatakan dengan tenang, MotoGP adalah milik kita semua, wajah kita semua, dan kebanggaan kita semua.
Maka marilah kita jaga Mandalika bukan hanya sebagai sirkuit, tetapi sebagai simbol kebersamaan. Biarlah suara mesin MotoGP menggema sebagai tanda bahwa NTB berdiri sejajar dengan dunia. Dan biarlah senyum masyarakat kita yang menjadi wajah pertama yang disaksikan para tamu. Karena pada akhirnya, MotoGP bukan hanya balapan di lintasan, melainkan juga balapan kita semua dalam menjemput masa depan.
Moment Wagub NTB Indah Dhamayanti Rasakan Sensasi Berlari di Sirkuit Mandalika Bersama Keluarga |
![]() |
---|
PLN Sukses Amankan Pasokan Listrik pada Pocari Sweat Run Mandalika 2025 |
![]() |
---|
Siswa dari 5 Sekolah Diundang Paddock Tour MotoGP Mandalika: Jumpa Pembalap, Lihat Garasi dari Dekat |
![]() |
---|
Pembalap MotoGP akan Kunjungi SDN 2 Ngolang dan Ponpes NU Lenser, Cek Jadwal Kegiatannya |
![]() |
---|
Daftar 11 Pembalap MotoGP yang Ikut Parade di Kota Mataram, Ada Pecco hingga Quartararo |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.