Opini

Kasus Keracunan MBG dan Isu HAM: Menghentikannya Justru Bisa Melanggar Hak Dasar Anak Miskin

Program MBG hadir untuk melindungi jutaan anak dari malnutrisi dan stunting, sekaligus menggerakkan ekonomi rakyat kecil

Tribunnews/Jeprima
PROGRAM MBG - Sejumlah siswa menikmati makanan makan bergizi gratis (MBG) di SDN 03 Jati Pulogadung, Jakarta Timur, Rabu (7/5/2025). Program MBG hadir untuk melindungi jutaan anak dari malnutrisi dan stunting, sekaligus menggerakkan ekonomi rakyat kecil. 

Oleh: Dr. H. Ahsanul Khalik
Staf Ahli Gubernur NTB/Ketua Satgas Makan Bergizi Gratis NTB 

Beberapa pekan terakhir, ruang publik kita dipenuhi perbincangan tentang Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Sejumlah kasus keracunan makanan yang terjadi di beberapa daerah menyulut kegelisahan. Ada suara yang lantang menyebut bahwa program ini telah melanggar hak asasi anak. Ada pula yang mendorong agar program dihentikan sementara sampai dianggap benar-benar aman.

Kegelisahan itu wajar. Satu anak yang sakit akibat makanan adalah peringatan serius yang tidak boleh disepelekan. Tak ada orang tua yang rela anaknya menderita hanya karena sebuah program negara yang belum sempurna. Namun, sebelum menyimpulkan bahwa penghentian program adalah solusi, kita perlu menimbang dengan jernih, apakah menutup seluruh dapur MBG benar-benar langkah paling adil? Atau justru keputusan itu akan merampas hak dasar jutaan anak miskin yang kini sangat bergantung pada makanan bergizi dari program ini?

Baca juga: Kenapa BGN Menolak Usulan MBG Diganti dengan Uang Tunai?

Hak Anak atas Gizi yang Layak, Mandat Konstitusi dan Perundang-undangan Indonesia

1.  Landasan Konstitusional

Sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, konstitusi telah menegaskan komitmen melindungi hak hidup yang layak dan kesehatan bagi setiap anak:

- Pasal 28A UUD 1945: “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.” 
Maknanya, Negara wajib menjamin setiap anak dapat hidup dan mempertahankan kehidupannya secara layak, termasuk dengan menyediakan akses gizi yang cukup.

- Pasal 28B ayat (2) UUD 1945: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” 
Maknanya,  Pemenuhan gizi yang cukup adalah syarat utama agar anak dapat tumbuh dan berkembang optimal secara fisik, mental, dan intelektual serta tidak terdiskriminasi akibat kemiskinan atau keterbatasan akses pangan.

- Pasal 28H ayat (1) UUD 1945: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” 
Maknanya, Hak atas kesehatan mencakup pemenuhan kebutuhan dasar yang menunjang status kesehatan anak, termasuk akses terhadap makanan yang aman, bergizi, dan mencukupi.

- Pasal 34 ayat (1) UUD 1945: “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.” 
Maknanya, Negara tidak boleh membiarkan anak-anak miskin kelaparan atau kekurangan gizi. Pemenuhan gizi yang layak adalah bagian integral dari kewajiban negara memelihara kelompok paling rentan.

2.  Landasan Undang-Undang Hak Asasi Manusia (UU No. 39 Tahun 1999)

Perlindungan hak anak juga ditegaskan dalam Undang-Undang Hak Asasi Manusia:

- Pasal 52 ayat (1): “Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara.” Pasal 52 ayat (2): “Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui serta dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan.” 
Maknanya, Negara memiliki kewajiban melindungi anak sejak dalam kandungan, termasuk menjamin hak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya. Kegagalan negara dalam menjamin gizi anak, karena kelemahan teknis atau kebijakan yang tidak tepat merupakan bentuk pengabaian hak asasi anak.

- Pasal 53 ayat (1): “Setiap anak sejak dalam kandungan berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya.” 
Maknanya, Hak hidup anak menuntut adanya jaminan gizi yang cukup agar kelangsungan hidup dan peningkatan kualitas kehidupannya dapat terwujud.

- Pasal 62: “Setiap anak berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, dan spiritualnya.” 
Maknanya, Pemenuhan gizi anak merupakan bagian dari pelayanan kesehatan dan jaminan sosial yang wajib disediakan negara. Negara tidak hanya wajib memberi akses fasilitas kesehatan, tetapi juga memastikan anak memperoleh gizi yang memadai untuk tumbuh kembang yang optimal.

3.  Landasan Undang-Undang Perlindungan Anak (UU No. 35 Tahun 2014)

Sumber: Tribun Lombok
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Irnadi Itulah Solusi

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved