Pemerintah Kaji Popok dan Alat Makan Sekali Pakai Jadi Barang Kena Cukai

Barang kena cukai umumnya memiliki karakteristik konsumsi yang perlu dikendalikan atau diawasi

Kompas.com
CUKAI POPOK - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Barang kena cukai umumnya memiliki karakteristik konsumsi yang perlu dikendalikan atau diawasi. 

TRIBUNLOMBOK.COM - Pemerintah mencantumkan popok atau diapers dan alat makan sekali pakai ke daftar barang kena Cukai. 

Hal itu tertuang dalam eraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Sektor Kepabeanan dan Cukai yang ditandatangani Menteri Purbaya Yudhi Sadewa.

Dijelaskan bahwa penerapan ini untuk penerimaan negara yang optimal dari sektor pajak, kepabeanan, dan cukai, serta PNBP yang optimal. 

"Penggalian potensi penerimaan melalui upaya perluasan basis pajak, kepabeanan dan cukai, serta pemetaan potensi PNBP telah dilaksanakan melalui penyusunan kajian potensi Barang Kena 
Cukai (BKC) berupa diapers dan alat makan dan minum sekali pakai, serta kajian ekstensifikasi cukai tisu basah dan perluasan basis penerimaan dengan usulan kenaikan batas atas Bea Keluar Kelapa Sawit," demikian bunyi penjelasan aturan tersebut, seperti dikutip TribunLombok.com, Minggu (9/11/2025).

Baca juga: Belasan Ribu Bungkus Rokok Tanpa Cukai di Lombok Barat Disita

Dikutip dari Kompas.com, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, menjelaskan barang kena cukai umumnya memiliki karakteristik konsumsi yang perlu dikendalikan atau diawasi.

Alasannya karena berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan. 

“Prosesnya dimulai dari penyampaian rencana ekstensifikasi cukai ke DPR, penentuan target penerimaan dalam RAPBN bersama DPR, dan penyusunan peraturan pemerintah sebagai payung hukum pengaturan ekstensifikasi tersebut,” kata Nirwala. 

Meski demikian, Kemenkeu belum memberi penjelasan lebih lanjut mengenai popok dan alat makan sekali pakai masuk ke barang kena Cukai. 

Secara umum, pengenaan cukai diarahkan untuk menjaga keadilan, keseimbangan, serta efisiensi dalam konsumsi produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan dan lingkungan.

(TribunLombok.com/Kompas.com)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved