Berita NTB
2 Terdakwa Dugaan Korupsi Pembangunan Shelter Tsunami Lombok Utara Jalani Sidang Dakwaan
Dua terdakwa kasus dugaan korupsi pembangunan tempat evakuasi sementara (TES) atau shelter tsunami Lombok Barat disidang di Pengadilan Negeri Mataram.
Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Laelatunniam
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Dua terdakwa kasus dugaan korupsi pembangunan tempat evakuasi sementara (TES) atau shelter tsunami di Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Barat disidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram.
Keduanya Aprialely Nirmala merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kementerian PUPR dan Agus Herijanto merupakan kepala proyek dari PT Waskita Karya.
Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ahmad Ali Fikri Vandela dalam surat dakwaan yang dibacakan di hadapan majelis hakim, mengatakan bahwa kasus yang melibatkan kedua terdakwa tersebut tidak bisa dipisahkan sehingga dakwaannya digabung dalam satu surat dakwaan.
"Sesuai dengan ketentuan pasal 141 huruf B Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana, maka penuntut umum melakukan penggabungan surat dakwaan perkara dalam membuat satu surat dakwaan dalam hal pudana yang bersangkut dengan yang lain," kata Fikri, Rabu (22/1/2025).
Keduanya didakwa dengan pasal 3 juncto pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi sebagai mana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 5 ayat (1) ke 1 KUHP dengan ancaman maksimal penjara seumur hidup dan denda Rp 1 miliar.
Sebagaimana diketahui proyek pembangunan shelter tersebut tertuang dalam master plan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada tahun 2012, gedung tersebut dibangun sebagai tempat evakuasi bila terjadi gempa bermagnitudo 9 SR disertai tsunami.
Pada tahun April 2014 pembangunan shelter tsunami tersebut satuan kerja penataan bangunan dan lingkungan (PBL) Kementerian PUPR, meminta PBL Dinas PUPR Provinsi NTB memulai pembangunan gedung dengan anggaran Rp 23,2 miliar tersebut.
Sebelumnya Kementerian PUPR sudah memberikan detail engineering desain (DED) kepada tersangka Aprialely selaku PPK, namun tersangka tersebut meminta kepada SD Kabid Cipta Kerja Dinas PUPR NTB mengubah DED tersebut.
Spesifikasi yang diturunkan diantaranya menghilangkan balok pengikat antar kolom dalam elevasi lima meter, dalam dokumen perencanaan seluruh kolom terdapat balok pengikat namun setelah diubah balok pengikat tersebut hanya mengikat sekeliling kolom.
Aprialely juga mengurangi tulangan besi yang ada didalam kolom, semula tulangan tersebut berjumlah 48 setelah diubah menjadi 40 tulangan, kemudian mengubah mutu beton.
Selain itu sebelum pengerjaan proyek, DED yang digunakan tersebut tanpa tanda tangan persetujuan dari BPBD. Selain itu ketua pokja proyek pembangunan shelter tsunami menunjuk PT Waskita Karya yang mengerjakan proyek dengan anggaran Rp 19,6 miliar.
Sementara PT Adi Cipta sebagai konsultan manajamen konstruksi dengan anggaran Rp 497 juta. Saat pembangunan tersebut dilakukan, sempat dilakukan rapat yang dihadiri oleh Kabid Cipta Karya Dinas PUPR NTB.
Dalam berita acara rapat sebetulnya sudah tercium kejanggalan dalam pembangunan shelter tsunami tersebut, pada saat itu kedua tersangka menyadari bahwa gambar yang dibuat tidak layak dijadikan satuan kerja.
Saat dilakukan pemantauan oleh Aprialely, tersangka Agus mengatakan kolom ram terlalu panjang sehingga dibutuhkan tambahan kolom struktur dan balok karena dikhawatirkan akan melengkung.
Gubernur NTB Dorong Edukasi Kesehatan Mental Menanggapi Tren Kasus Pembunuhan |
![]() |
---|
Ketua Dekranasda NTB Terima Audiensi Mandalika Internasional Festival, Bahas Pelibatan UMKM |
![]() |
---|
Sumber PAD NTB dari Sektor Kelautan Minim, Gubernur Iqbal Minta Kelonggaran Pemerintah Pusat |
![]() |
---|
Gubernur NTB Iqbal Kumpulkan Kepala Daerah, Bahas Sejumlah Program Strategis |
![]() |
---|
Kemendagri Soroti Pengelolaan Keuangan di NTB, Dorong Percepatan Realisasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.