BPPH LHK Turun Tangan Usut Dugaan Kerusakan Lingkungan Tambang Ilegal di Sekotong

Hasil pemantauan DLHK NTB bersama KPK, di tambang ilegal seluas 98,18 hektare itu terdapat 28 titik lokasi penambangan

Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Wahyu Widiyantoro
Dok. KPK
Penampakan tambang di Sekotong, Lombok Barat saat KPK turun pemantauan. Hasil pemantauan DLHK NTB bersama KPK, di tambang ilegal seluas 98,18 hektare itu terdapat 28 titik lokasi penambangan. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) Wilayah Jawa, Bali Nusra mengusut dugaan kerusakan lingkungan akibat penambangan ilegal di kawasan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat.

Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Mursal mengatakan, prosesnya sudah pada pemanggilan ahli. 

"Sudah dalam tahap pengumpulan data dan informasi, sudah memanggil ahli juga, terkait siapa yang dipanggil bukan ranah saya," kata Mursal, Senin (21/10/2024).

Mursal mengatakan DLHK juga sudah mengirim tiga orang penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) ke BPPHLHK.

Dia juga terus melakukan koordinasi dengan pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan tindak pidana korupsi.

Baca juga: 5 Fakta Kasus Tambang Emas Ilegal Sekotong: Alat Berat dari China, Rugikan Negara Triliunan Rupiah

Mursal menceritakan hasil pemantauan DLHK NTB bersama KPK di tambang ilegal seluas 98,18 hektare yang mencatat 28 titik lokasi penambangan.

"Kalau kita lihat kerugian akibat kerusakan lingkungannya itu bisa mencapai miliaran rupiah," jelasnya.

Belum lagi dampak limbah merkuri dan sianida juga yang digunakan para penambang untuk melepaskan emas dari batuan, mengancam kesehatan warga sekitarnya.

"Lokasi ini (tambang) berada di atas, di utara pemukiman di selatan pemukiman, ini ada limbah kalau dia masuk ke tubuh itu bahaya," katanya.

Mursal membandingkan hasil pemantauan pada 2019 di lokasi yang sama.

Para penambang lokal masih menggunakan alat-alat sederhana.

Tidak seperti sekarang ini banyak penambang warga negara asing (WNA) China dan Taiwan menggunakan alat berat dan zat berbahaya. 

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved