Berita Lombok Timur

Nestapa Siswa dan Guru SDN 2 Batuyang Belajar di Bangunan Hunian Sementara

Gempa Lombok tahun 2018 menghancurkan sebagian bangunan sekolah di Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur ini

TRIBUNLOMBOK.COM/AHMAD WAWAN SUGANDIKA
Suasana belajar mengajar di SDN 2 Batuyang, Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Ahmad Wawan Sugandika

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR - Menempuh waktu sekitar 45 menit dari kota Selong, SDN 2 Batuyang terletak di tepi jalan utama Kota Mataram dan Pelabuhan Kayangan.

Sekolah dengan 85 siswa dan siswi itu menjalankan kegiatan belajar mengajar di kelas yang merupakan hunian sementara (Huntara).

Gempa Lombok tahun 2018 menghancurkan sebagian bangunan sekolah di Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur, namun hingga ini belum juga pulih kembali.

Saban hari, siswa dan siswi yang ada ditempat itu mengeluh, dikarenakan musim hujan mereka kehujanan, sedang musim panas seperti saat ini mereka kepanasan.

Baca juga: Sekolah Rusak karena Gempa, 6 Tahun Guru dan Siswa SDN 2 Batuyang Belajar di Huntara

"Musim panas siswa kita mengeluh kegerahan, mereka kepanasan, kalau hujan suara berisik di seng membuat pembelajaran kita menjadi terganggu," ucap Kepala Sekolah SDN Batuyang Zohrah menjawab TribunLombok.com, Selasa (3/10/2023).

Siswa dan siswi merasa pengap di dalam ruangan yang hanya terbuat dari triplek dan beratapkan seng.

Sebaliknya di musim hujan, ruang kelas sementara itu bocor.

Lantai kelas kadang tergenang. Bangku dan meja basah. Belum lagi suara gaduh atap Huntara yang mengganggu konsentrasi belajar.

Zohrah mengaku miris dengan cibiran orang yang menyebut sekolah itu seolah kandang bebek.

Baca juga: Orang Tua Siswa SMA di Lombok Tengah Rusak Fasilitas Sekolah dan Pukul Lawan Berkelahi Anaknya

SDN 2 Batuyang memiliki 6 guru pengajar, antara lain, 4 guru ASN, 1 guru dengan SK pegawai pemerintah dengan perjanjian kontrak (P3K), dan guru baru 1 orang.

Para guru tabah menjalankan profesinya sesuai tupoksi, kendati beragam hambatan dan rintangan yang dihadapi.

Menurutnya, 6 tahun bukan waktu yang sebentar untuk dipaksa bertahan belajar di bawah atap Huntara.

Pihak sekolah sabar menunggu jawaban dari harapan siswa, orang tua wali, hingga guru supaya pemerintah Daerah segera menyalurkan bantuan pembangunan.

"Selama 6 tahun kita seperti ini, kami hanya dijanjikan janjikan saja tapi tidak ada yang di perbuat tidak ada yang ditepati, tentu kami kecewa," tutup Zohrah.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved