KPK Usut Kasus Tambang di NTB

Penjelasan Dinas ESDM NTB Soal Tambang Ilegal yang jadi Sorotan KPK

Sudah tidak ada aktivitas penambang di NTB khususnya sejak ditutup KPK pada Oktober 2024

Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Wahyu Widiyantoro
Dok. KPK
TAMBANG ILEGAL - Penampakan tambang di Sekotong, Lombok Barat ketika dipantau langsung KPK pada Jumat (4/10/2024). Sudah tidak ada aktivitas penambang di NTB khususnya sejak ditutup KPK pada Oktober 2024. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti tambang ilegal di Nusa Tenggara Barat (NTB).

Kasatgas Korsup KPK Wilayah V KPK Dian Patria mengatakan bahwa tambang emas ilegal ini berada di Sekotong, Lombok Barat dan Lantung, Sumbawa. 

Dian mengungkap bahwa ada upaya menarasikan bahwa tambang emas ilegal ini merupakan pertambangan rakyat.

"Makanya di sana narasi yang dibangun kemudian menjadi dijadikan wilayah pertambangan rakyat,” ujar Dian, dikutip dari Kompas.com, Rabu (22/10/2025). 

Terpisah, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi NTB, Syamsudin mengatakan, sudah tidak ada aktivitas penambang di lokasi seluas 98,16 hektare sejak ditutup KPK pada Oktober 2024. 

Baca juga: Temuan Awal KPK Soal Tambang di Lombok yang Kini Sedang Diselidiki

"Sekarang sudah berhenti tidak ada yang beraktivitas, karena sudah ada tersangkanya, termasuk WNA Cina," kata Syamsuddin. 

Syamsuddin belum melakukan pemantauan kembali sehingga perlu pengecekan kembali untuk memastikan tidak ada aktivitas. 

Syamsuddin mengatakan, aktivitas penambangan ilegal tersebar di sejumlah daerah di NTB.

Hal itu yang mendorong Pemerintah Provinsi NTB ingin menertibkan tambang ilegal ini dengan cara mendirikan koperasi. 

"NTB sudah mendapatkan 16 WPR (Wilayah pertambangan rakyat) dari kementerian, ada 16 block spot yang selama ini diklaim sebagai tambang ilegal," kata Syamsuddin. 

Dengan adanya Keputusan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2025 ini, diharapkan mampu mempercepat penyelesaian izin pertambangan rakyat (IPR) dan melegalkan tambang-tambang ilegal tersebut. 

Tidak serta merta blok WPR tersebut menjadi legal karena harus dilengkapi dengan sejumlah dokumen salah satunya dokumen reklamasi pasca tambang (RPT) yang memang menjadi tanggung jawab daerah. 

"Kami mengalokasikan di APBD untuk penyusunan dokumen RPT, supaya masyarakat yang memiliki blok WPR bisa kita berikan izin IPR atau pertimbangan teknis untuk limbahnya," kata Syamsuddin. 

Setelah semua dokumen perizinan rampung maka tambang rakyat bisa melakukan aktivitas penambangan.

Sumber: Tribun Lombok
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved