Demo Mahasiswa dan Ojol di Mataram
Polda NTB Bantah Larangan Menjenguk Tersangka Demo
Polda NTB membantah adanya larangan keluarga untuk menjenguk tersangka pendemo yang melakukan aksi pengerusakan di Mapolda.
Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Idham Khalid
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Mohammad Kholid, membantah adanya larangan keluarga untuk menjenguk tersangka pendemo yang melakukan aksi di Mapolda pada 29 Agustus 2025 lalu.
“Tidak ada larangan untuk besuk ya,” kata Kholid melalui pesan singkat kepad Tribun lombok, Rabu (10/9/2025).
Kholid mempersialahhkan keluarga maupun pensehat hukum yang ingin menjenguk tersangka sesuai ketentuan jadwal waktu yang sudah diatur.
“Silahkan bisa besuk sesuai waktu jam besuk,” tegas Kholid.
Sebelumnya diberitakan, penasehat hukum dan keluarga pria inisial LLA, salah satu tersangka kasus dugaan perusakan saat aksi demonstrasi di Markas Polda NTB diduga tidak diberikan kesempatan untuk bertemu.
Kedatangan keluarga dan kuasa hukum ke Polda NTB pada Selasa (9/9/2025) berujung kekecewaan. Mereka ditolak masuk dengan alasan tersangka masih ditempatkan di ruang isolasi.
Mega, salah satu pengacara tersangka, menyatakan pihaknya sudah mengajukan permintaan resmi kepada penyidik untuk menjenguk. Namun, permintaan itu ditolak.
“Hari ini kami dan keluarga meminta kepada penyidik untuk bertemu dengan tersangka. Namun oleh penyidik disampaikan tidak memberikan izin masuk kepada penasehat hukum dan keluarga karena sedang di ruang isolasi,” ungkap Mega.
Baca juga: Demo di Kantor DPRD Lombok Timur, Massa Soroti Aktivitas Tambang Ilegal
Penolakan ini dinilai melanggar hak dasar tersangka sebagaimana diatur dalam hukum acara pidana. Badarudin, penasehat hukum lainnya, menegaskan hak tersangka untuk bertemu keluarga maupun pengacara dijamin oleh undang-undang.
“Larangan bertemu dengan keluarga dan penasehat hukum merupakan sikap dan tindakan yang bertentangan hak tersangka sebagaimana di atur dalam Pasal 60 Kitab KUHAP” tegas Badarudin.
Pasal 60 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan bahwa tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjungan keluarga maupun pihak lain guna mendapatkan jaminan penangguhan penahanan ataupun bantuan hukum.
Selain itu, penempatan tersangka di ruang isolasi juga dipersoalkan. Menurut Badarudin, langkah tersebut lazim dilakukan terhadap kasus terorisme, bukan tindak pidana perusakan barang sebagaimana sangkaan Pasal 170 jo 406 KUHP yang dituduhkan kepada kliennya.
“Penempatan tersangka di ruang isolasi menjadi pertanyaan besar bagi kami penasehat hukum,” ujarnya.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.