Berita Lombok Timur
GEMPAR UGR Tolak Pembangunan Sekolah Unggulan di Kebun Raya Lemor: Rusak Resapan Air dan Ekosistem
Rencana pembangunan Sekolah SMA Unggulan Garuda Nusantara di Kebun Raya Lemor (KRL) menjadi perhatian masyarakat.
Penulis: Rozi Anwar | Editor: Laelatunniam
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Rozi Anwar
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR - Rencana pembangunan Sekolah SMA Unggulan Garuda Nusantara di Kebun Raya Lemor (KRL) menjadi perhatian masyarakat.
Rencana tersebut disayangkan karena dikhawatirkan akan mengubah keindahan alam yang ada. Udara sejuk yang mengalir di antara pepohonan tinggi, aroma tanah basah, dan kicauan burung menjadi ciri khas kawasan tersebut.
Ketua Umum Gerakana Mahasiswa Pecinta Alam Rinjani (GEMPAR) Universitas Gunung Rinjani (UGR) periode 2025/2026, Sayid Usman Ali Kadafi, mengatakan rencana pembangunan SMA Unggulan Garuda Nusantara berpotensi mengubah wajah Kebun Raya Lemor (KRL).
Proyek yang disebut-sebut sebagai program pusat ini rencananya akan berdiri di lahan milik Pemda Lombok Timur, tepat di dalam kawasan yang juga dikenal sebagai daerah resapan mata air vital bagi masyarakat kecamatan Suela.
"KRL ini bukan lahan kosong biasa dan bukan sekadar hamparan hijau bisa, tapi ini tempat masyarakat dan ada kebutuhan masyarakat juga di sini," katanya pada Minggu (7/9/2025).
Ia menyebut, berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 22/2012, kawasan ini ditetapkan sebagai Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK). Statusnya diperkuat oleh Peraturan Bupati Lombok Timur No. 188.45/714/LHK/2017, yang menetapkan fungsi KRL sebagai konservasi, penelitian, pendidikan lingkungan, dan wisata ekologi.
Tak hanya itu, Perda Kabupaten Lombok Timur No. 2 Tahun 2012 tentang RTRW menetapkan KRL sebagai Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) jelas melarang perubahan fungsi kawasan ini, apalagi bangunan beton-beton;
"Secara hukum, ini wilayah yang punya perlindungan berlapis, dari undang-undang nasional, peraturan daerah, hingga perbup,” tegas Sayid Usman.
Bupati harus hati-hati, dengan kebijakan itu meski pembangunan ini berada di atas tanah Pemda bukanlah pembenaran untuk mengabaikan aturan.
"Meski lahannya milik Pemda tidak otomatis membuatnya boleh dibangun sekolah. Kalau lahan itu berada di kawasan esensial bagi lingkungan hidup, lebih-lebih pada kawasan resapan air, maka tetap terikat larangan hukum," ujarnya.
Kadafi menegaskan, Bupati Lombok Timur harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam maladministrasi tata ruang.
"Program ini memang dari pusat, tapi yang memberi izin, rekomendasi, dan mengawal tata ruang adalah pemerintah daerah. Kalau melanggar RTRW, tentu memiliki konsekuensi hukum dan administrasi,"tambahnya.
Ia mengungkapkan pendidikan menengah di Sekitar KRL, mempertanyakan urgensi pembangunan dengan data ketersediaan SMA/MA di wilayah sekitar, seperti Kecamatan Aikmel, Suela, Sembalun, Wanasaba, Pringgabaya, ada sekitar 30 lebih sekolah setingkat SMA dalam radius 5 kecamatan tersebut.
"Masalah pendidikan kita bukan soal jumlah sekolah, tapi kualitas, pemerataan fasilitas dan kesejahteraan guru. Membangun sekolah baru di kawasan konservasi bukan solusi," kata Kadafi.
| Rumah Warga di Labuhan Lombok Hangus Terbakar, Diduga Akibat Korsleting Listrik |
|
|---|
| Bupati Lombok Timur Izinkan 1.600 Honorer Non Database Tetap Bekerja, Gaji Tetap Sama |
|
|---|
| Panen Benih Kentang Industri di Lombok Timur Jadi Langkah Nyata Menuju Swasembada Nasional |
|
|---|
| Diduga Alami Kekerasan oleh Guru, Siswa di Lombok Timur Tak Mau Sekolah karena Takut |
|
|---|
| Jembatan Antardesa di Lombok Timur Amblas karena Tergerus Luapan Air |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/lombok/foto/bank/originals/Penolakan-rencana-Sekolah-SMA-Unggulan-Garuda-di-Kebun-Raya-Lemor.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.