Demo di Berbagai Wilayah NTB

Demo Aliansi Gumi Patuh Karya Memanggil di Kantor DPRD Lombok Timur Berakhir Damai

Massa aksi menyampaikan tuntutan dengan menyoroti Gunung Rinjani, tambang ilegal galian C, hingga eksploitasi kawasan pesisir pantai

Penulis: Toni Hermawan | Editor: Wahyu Widiyantoro
TRIBUNLOMBOK.COM/TONI HERMAWAN
UNJUK RASA - Aliansi Aliansi Gumi Patuh Karya Memanggil unjuk rasa di kantor DPRD Lombok Timur, Rabu (3/9/2025). Massa aksi menyampaikan tuntutan dengan menyoroti Gunung Rinjani, tambang ilegal galian C, hingga eksploitasi kawasan pesisir pantai. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Toni Hermawan

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR - Aliansi Gumi Patuh Karya Memanggil menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Lombok Timur, Rabu 3/9/2025. 

Massa aksi bergerak dari simpang empat kantor BRI Selong kemudian berorasi di kantor bupati.

Selanjutnya massa bergerak ke Polres, dan berakhir di kantor DPRD Lombok Timur.

Pantauan TribunLombok.com, para pendemo ini tiba di DPRD Lombok Timur sekitar pukul 14.27 Wita. 

Perwakilan massa aksi, Azhar Pawadi menyoroti permasalahan di Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR), mulai dari rencana seaplane dan glamping. 

Dia menilai tidak ada transparansi dari pemerintah terkait mengenai uji kelayakan yang tengah dilakukan.

Baca juga: Demo DPRD Lombok Timur, Massa Aksi Suarakan Pengesahan UU Perampasan Aset Koruptor

“Namun transparansi yang dilakukan sampai hari ini belum muncul, kita sudah aksi  beberapa kali, yaitu Rinjani Memanggil aksi ke balai taman nasional, namun sampai hari ini  belum ada transparansi,” keluhnya.

Selain itu, dia juga menyoroti tambang ilegal di Lombok Timur mencapai angka 300 lebih.

“Data yang kami temukan yang resmi itu 103, dan kabupaten Lombok Timur, kabupaten terbanyak yang memiliki banyak galian C,”  keluhnya lagi.

Dia melanjutkan, meskipun banyak  tambang-tambang di Lombok Timur, namun menilai masyarakatnya masih miskin.

“Pertanyaan kenapa Lombok Timur, menjadi kabupaten   termiskin di NTB,” tegasnya.

Dia juga menyoroti adanya oknum-oknum yang diduga menguasai pinggir pantai, mulai dari kawasan pantai di wilayah obel-obel, Sambelia hingga ke Ekas, Jerowaru.

“Itu penguasaan dan pengkaplingan pesisir pantai untuk membuat tambak,” ucapnya.

Maraknya aktivitas ini dinilai  berdampak buruk  terhadap tangkapan para nelayan.

“Ikan ditangkap semula di pesisir, tapi sekarang harus menyebrangi lautan lepas,” katanya.

Massa aksi menolak bentuk eksploitasi skala kecil maupun besar lingkungan di Lombok Timur, sebab dikhawatirkan memiliki dampak yang dirasakan di masa depan.

“Lingkungan bukan milik untuk generasi hari ini, tapi milik untuk generasi selanjutnya,” tegasnya. 

Usai menyampaikan tuntutannya dan bertemu dengan Ketua DPRD Lombok Timur, massa aksi mulai membubarkan diri sekitar 15.15 Wita.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved