Polemik UU Polri
Sosok Syamsul Jahidin, Advokat Muda NTB Gugat UU Polri dan Kembalikan 4.351 Polisi ke Markas
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan Syamsul Jahidin dan melarang anggota polisi aktif menduduki jabatan sipil.
Sebagai anggota Dewan Pengacara Nasional (DPN), ia aktif berbagi ilmu melalui Instagram @syamsul_jahidin, di mana ia membahas kasus-kasus kompleks dan ekspansi firma hukumnya.
Dilansir Tribunnews, Syamsul mengungkapkan, dirinya masih tercatat sebagai satpam meskipun berprofesi juga sebagai advokat di tengah kesibukannya menjalani kuliah pascasarjana.
"Hingga saat ini saya memegang sertifikasi sebagai assesor atau penguji dan penilai dari Sertifikasi LSP PP Polri, menguji kelayakan personel Satpam," kata Sayamsul, dihubungi Tribunnews, pada Kamis (30/10/2025).
Ia juga memiliki sejumlah sertifikasi profesional seperti M.M, CIRP, CCSMS, CCA, dan C.Med, yang menunjukkan keahliannya dalam litigasi, kepailitan, mediasi, serta advokasi konstitusional.
Selain berprofesi sebagai pengacara, Syamsul aktif sebagai dosen hukum dan sering berbagi pandangan hukum melalui akun Instagram pribadinya, @syamsul_jahidin, dengan moto: “Hukum adalah alat untuk keadilan sosial.”
Dalam praktiknya, Syamsul kerap membela hak-hak pekerja dan buruh, baik di ruang sidang maupun di lapangan bersama para aktivis.
Ia juga dikenal kritis terhadap kebijakan yang dianggap mencederai prinsip keadilan.
Selain gugatan ke MK terkait jabatan sipil polisi aktif, Syamsul pernah menggugat pemberian pangkat Letkol Tituler kepada Deddy Corbuzier di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan turut menggugat Kementerian Pertahanan, Panglima TNI, dan Mabes AD.
Dengan latar pendidikan yang luas dan kiprah hukum yang aktif, Syamsul Jahidin menjadi salah satu advokat muda paling vokal dalam memperjuangkan supremasi hukum dan kesetaraan di ruang publik.
Dampak Polisi Aktif Duduki Jabatan Sipil
Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan anggota Polri aktif dilarang menduduki jabatan sipil.
MK menyatakan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Putusan ini tertuang dalam amar perkara Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo pada sidang pleno, Kamis (13/11/2025).
Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan, frasa tersebut menimbulkan ketidakjelasan dan memperluas makna pasal yang mengatur bahwa anggota Polri hanya boleh menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun.
Akibatnya, muncul ketidakpastian hukum bagi anggota Polri dan aparatur sipil negara (ASN).
“Frasa itu tidak memberikan jaminan perlindungan dan kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Karena itu, dalil para pemohon beralasan menurut hukum,” ujar Ridwan.
| Pejabat Pemprov NTB Bakal 'Hijrah' Pakai Mobil Dinas Listrik Mulai 2026 |
|
|---|
| PN Jaksel Tolak Gugatan Menteri Amran ke Tempo Jadi Kemenangan Melawan Pembungkaman Pers |
|
|---|
| Cuaca NTB Besok Selasa 18 November 2025: Lombok Timur Hujan Sedang, Lainnya Hujan Ringan |
|
|---|
| Proyeksi Belanja Daerah Pemkab Lombok Timur 2026 Sebesar Rp3,072 triliun |
|
|---|
| DPRD dan Pemkot Mataram Tandatangani KUA-PPAS Tahun Anggaran 2026 |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/lombok/foto/bank/originals/SATPAM-MK.jpg)