Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto Kristiyanto Menguatkan Adanya Politisasi Hukum

Mahfud MD menilai kasus suap yang menjerat Hasto dan kasus impor gula yang melibatkan Tom Lembong sarat dengan politisasi hukum

Tribunnews/Jeprima
SIDANG PUTUSAN - (Kiri) Terdakwa kasus dugaan korupsi impor gula Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025) dan (Kanan) Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto menjalani sidang vonis dugaan suap dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025). 

TRIBUNLOMBOK.COM - Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mendapatkan amnesti atas pidana korupsi suap. 

Tak hanya itu, mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong juga mendapatkan abolisi atas kasus korupsi impor gula tahun 2016. 

Amnesti adalah pengampunan yang diberikan oleh Presiden kepada sekelompok orang atas tindak pidana tertentu, terutama yang bersifat politik.

Amnesti bisa diberikan sebelum atau sesudah ada putusan pengadilan, dan berlaku secara umum atau kolektif.

Adapun abolisi adalah penghapusan proses hukum terhadap seseorang yang sedang menjalani proses hukum, mulai dari penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan pidana.

Abolisi diberikan Presiden untuk membuat proses hukum dihentikan kepada terdakwa kasus pidana, seolah-olah tidak pernah terjadi alias namanya dibersihkan.

Baca Selanjutnya: Mahfud md bicara betapa politisnya kasus tom lembong dan hasto kristiyanto melukai rasa keadilan

Presiden memiliki kewenangan untuk itu atas pertimbangan DPR, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang berbunyi, "Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat."

Mantan Menko Polhukam Mahfud MD menilai pemberian abolisi dan amnesti semakin menguatkan adanya politisasi hukum terhadap lawan politik. 

Hasto Korban Konflik PDIP dengan Jokowi

PUTUSAN SEKJEN PDIP - Terdakwa Hasto Kristiyanto dalam kasus suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/6/2025).
PUTUSAN SEKJEN PDIP - Terdakwa Hasto Kristiyanto dalam kasus suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/6/2025). (Tribunnews.com/ Rahmat W Nugraha)

Mahfud MD menilai kasus suap yang menjerat Hasto Kristiyanto sarat politisasi hukum.

Kasus Hasto dalam suap terhadap eks Komisioner KPU Wayu Setiawan dalam pengurusan Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI Harun Masiku ini sudah ada sejak 2020 .

Mahfud mempertanyakan alasan keterlibatan Hasto baru diungkap sekarang dan kasus baru muncul setelah terjadi konflik antara PDIP dan Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi).

Hasto langsung dijadikan tersangka sehari setelah KPK mengganti jajaran pimpinannya dan diketuai oleh Setyo Budiyanto.

Padahal, di era presiden Jokowi, Hasto tak kunjung jadi tersangka meski banyak dorongan dari luar.

"Sama dengan Hasto sekarang ini, sama persis sudah ada sejak tahun 2020, kenapa baru diungkap sekarang sesudah terjadi pergantian kepemimpinan (KPK), dan sudah terjadi konflik antara misalnya PDIP dan Pak Jokowi. Kenapa kok sehari sesudah KPK dilantik, langsung ditetapkan tersangka."

"Padahal sebelumnya sudah ramai, ada dorongan-dorongan agar KPK segera menjadikan Hasto tersangka, tapi KPK yang sebelumnya tidak mau terburu-buru, itu isunya lebih politik, begitu muncul KPK baru langsung Hasto tersangka, hanya sehari sejak dilantik itu," ungkap Hasto.

Mahfud menyebut politisasi kasus Hasto ini sangat melukai rasa keadilan.

"Itu jelas sangat politis, melukai rasa keadilan. Apalagi kemudian kasus yang jauh lebih besar dari Hasto, yang jelas lebih banyak merugikan keuangan negara, triliunan, ratusan miliar, itu sesudah dilaporkan tidak diapa-apakan."

"Sementara Hasto ini sudah lama kasusnya dan cuma kaya gitu juga, dulu dilindungi kelihatannya, nah sekarang malah dijerumuskan ke dalam satu situasi yang tidak bagus," terang Mahfud.

Hasto dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus suap terhadap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan dalam pengurusan Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI Harun Masiku.

Hasto divonis penjara 3 tahun dan 6 bulan karena terbukti melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. 

Hasto juga dihukum untuk membayar pidana denda sebesar Rp 250 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

Tom Lembong Dinilai Bersalah karena Perintah Atasan

Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong, atau Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi kegiatan impor gula tahun 2015-2016.
Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong, atau Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi kegiatan impor gula tahun 2015-2016. (ISTIMEWA)

Di sisi lain, Mahfud menilai kasus Tom Lembong terkesan tiba-tiba.

"Untuk Tom Lembong misalnya, dia kan sudah aman selama beberapa tahun, terus dia merasa ada konflik misalnya dengan salah satu tokoh politik."

"Lalu tiba-tiba ia jadi tersangka. Politisnya lagi, dia ini melakukan pada satu waktu kemudian disusul oleh menteri-menteri sesudahnya, sampai sekarang melakukan hal yang sama tidak diapa-apakan," jelas Mahfud.

Mahfud mengungkit bahwa kebijakan Tom Lembong terkait impor gula ini sudah jelas terbukti karena perintah atasan.

Bahkan, hakim pun mengakui tak ada mens rea atau niat jahat yang ditemukan dalam diri Tom Lembong.

Atas dasar itulah Mahfud menilai kasus Tom Lembong ini sangat politis dan hukumannya terlalu dipaksakan.

"Politisnya lagi ternyata terbukti kemudian yang dilakukan Tom Lembong itu tidak salah, karena itu atas perintah atasan. Tidak ada mens rea, sehingga ini jelas sangat politis. Sehingga hukumannya dipaksakan," imbuh Mahfud.

Tom Lembong divonis terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan periode 2015-2016.

Tom Lembong divonis dengan hukuman 4 tahun dan 6 bulan penjara.

Tak hanya itu, Tom Lembong juga dihukum membayar pidana denda Rp 750 juta, subsider 6 bulan kurungan.

Pemberian Abolisi dan Amnesti

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengumumkan bahwa DPR telah menyetujui dua surat tentang abolisi untuk Tom Lembong dan amnesti untuk Hasto.

"Hasil rapat konsultasi tersebut DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap surat presiden nomor R43/Pres/072025 tanggal 30 Juli 2025 atas pertimbangan persetujuan DPR RI tentang pemberian abolisi terhadap saudara Tom Lembong."

“Yang Kedua adalah pemberian persetujuan atas, dan pertimbangan atas surat presiden nomor 42/pres/072025 tanggal 30 juli 2025, tentang amnesti terhadap 1116 orang yang telah terpidana diberikan amnesti termasuk saudara Hasto Kristiyanto," kata Dasco, usai menghadiri rapat konsultasi yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/7/2025).

(Tribunnews.com)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved