Seni Budaya

Sekolah Pedalangan Wayang Sasak Akan Pentas di Korea, Usung Isu Perdamaian Global

Kehadiran SPWS ke Korea adalah atas undangan CICS (The Center for Intangible Culture Studies)

Editor: Laelatunniam
ISTIMEWA
WAYANG SASAK - Sekolah Pedalangan Wayang Sasak berangkat ke Korea untuk menerima penghargaan JIAPICH (The Jeonju International Awards for Promoting Intangible Cultural Heritage) 2025. Peghargaan ini adalah penghargaan kedua di usia SPWS yang sudah mencapa satu dekade, sejak berdiri tahun 2015 silam. Sebelumnya di tahun 2024 lalu penghargaan serupa diperoleh dari CRIHAP 

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Raden Jayengrane gundah gulana melihat situasi global yang memanas. Perang pecah di mana-mana, orang-orang seperti kehilangan akal sehat, menuruti hawa nafsu mereka.

Sang raja bijaksana itu kemudian mengutus Raden Umar Maye untuk mencari obat bagi perdamaian dunia, obat bagi ibu bumi yang terluka.

Berbekal Kembang Dangar, Umar Maye memulai perjalanan sucinya, mencari pasangan Kembang Dangar yang bisa menjadi obat mujarab bagi dunia yang tengah sakit.

Di sebuah bukit sakral di Korea, Umar Maye bertemu dengan Raja Dangun tokoh utama di Korea yang dikenal bijaksana yang telah menunggu dengan Mugunghwa, bunga nasional Korea.

Umar Maye dan Dangun kemudian menyatukan Kembang Dangar dan Mugunghwa, menjadikannya Bibit Bunga Perdamaian, obat mujarab bagi kesembuhan ibu bumi. Mereka kemudian menunjuk Wa dan Tol, dua karakter wayang botol, untuk menyebarkannya di setiap hati manusia, di seluruh dunia.

Begitulah gambaran dari pertunjukan Benih Perdamaian dari Timur yang akan digelar sekehe Sekolah Pedalangan Wayang Sasak (SPWS) di dua event berbeda di Korea.

Kehadiran SPWS ke Korea adalah atas undangan CICS (The Center for Intangible Culture Studies) yang memilih SPWS sebagai salah satu dari tiga lembaga di dunia untuk menerima penghargaan JIAPICH (The Jeonju International Awards for Promoting Intangible Cultural Heritage) 2025.

Penghargaan ini adalah penghargaan kedua di usia SPWS yang telah mencapai satu dekade, sejak berdiri pada tahun 2015 silam. Sebelumnya, pada tahun 2024, penghargaan serupa diperoleh dari CRIHAP.

Bagi SPWS, penghargaan itu adalah sebuah kabar baik bagi perkembangan dunia pedalangan wayang Sasak, bahwa keberadaan wayang Sasak sebagai sebuah kekayaan budaya takbenda yang hidup di Lombok, bisa mendapat tempat di panggung dunia.

Penghargaan ini dipersembahkan untuk semua pendahulu, para dalang senior, dan pegiat seni pedalangan wayang Sasak yang dengan cintanya menjaga kekayaan tradisi sarat nilai itu bisa lestari hingga hari ini.

Penghargaan ini juga untuk generasi muda, para pegiat seni pedalangan yang hari ini masih setia menjalankan aktivitas mereka, agar wayang Sasak tetap hadir dan mengalir hingga ke masa depan.

“Ini adalah kabar baik bagi semua pihak yang selama ini ikut mengupayakan pelestarian Wayang Sasak, terutama para dalang yang setia menjaga tradisi hingga hari ini. Juga bagi generasi muda yang masih mau mencintai seni tradisinya sebagai akar budaya,”ucap Fitri Rachmawati, pendiri SPWS.

Tim SPWS yang berangkat ke Korea

Fitri Rachmawati (Penggagas/Pendiri SPWS)
Abdul Latief Apriaman (Ketua Yayasan Pedalangan Wayang Sasak)
H. Safwan (Dalang Senior, Kepala SPWS)
Wahyu Kurnia (Tim Kreatif, Litbang SPWS)
Alamsyah (Tim Kreatif SPWS)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved