Opini

Pameran Kurban

Ibadah yang seharusnya tersembunyi dalam ruang sunyi antara manusia dan Tuhan, kini menjelma menjadi pameran terbuka tentang jumlah, jenis, dan ukuran

Editor: Laelatunniam
TRIBUNLOMBOK/SEPTIAN ADE
Salman Faris. Ia merupakan penulis novel "Tuan Guru" dan kini mengajar sebagai dosen Universiti Pendidikan Sultan Idris (UPSI) Malaysia. 

Sekali lagi, saya belum menemukan logika mengapa ibadah yang begitu sakral harus dipamerkan. Mengapa hewan kurban menjadi simbol kemuliaan? Padahal yang paling utama adalah keikhlasan yang tak kasatmata.

Mengapa kita begitu mudah menjadikan ibadah sebagai panggung. Padahal Tuhan tidak hadir di dalam pertunjukan?

Jika kurban telah menjadi festival, maka kita harus bertanya, kepada siapa persembahan itu ditujukan? Kepada Tuhan atau kepada para penonton? Bila yang kita cari adalah pujian, maka kita tidak sedang menyembelih hewan, melainkan menyembelih makna keikhlasan itu sendiri.

Kurban bukanlah pameran. Ia adalah pengorbanan yang tulus. Tanpa suara. Tanpa sorot kamera. Tanpa tepuk tangan. Maka biarlah hewan itu disembelih dalam senyap. Sebab yang Allah lihat bukanlah darah dan dagingnya, tetapi hati yang rela dan tunduk.

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved