Sekali lagi, saya belum menemukan logika mengapa ibadah yang begitu sakral harus dipamerkan. Mengapa hewan kurban menjadi simbol kemuliaan? Padahal yang paling utama adalah keikhlasan yang tak kasatmata.
Mengapa kita begitu mudah menjadikan ibadah sebagai panggung. Padahal Tuhan tidak hadir di dalam pertunjukan?
Jika kurban telah menjadi festival, maka kita harus bertanya, kepada siapa persembahan itu ditujukan? Kepada Tuhan atau kepada para penonton? Bila yang kita cari adalah pujian, maka kita tidak sedang menyembelih hewan, melainkan menyembelih makna keikhlasan itu sendiri.
Kurban bukanlah pameran. Ia adalah pengorbanan yang tulus. Tanpa suara. Tanpa sorot kamera. Tanpa tepuk tangan. Maka biarlah hewan itu disembelih dalam senyap. Sebab yang Allah lihat bukanlah darah dan dagingnya, tetapi hati yang rela dan tunduk.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.