Opini

Musrenbang GEDSI dan Ikhtiar NTB Berkeadilan

Pemerintah sebagai entitas sosial tidak bisa abai dengan keberadaan berbagai entitas sosial lainnya yang hidup dalam satu daerah tersebut. 

|
Editor: Sirtupillaili
Dok.Istimewa
Amir Mahmud. Penulis merupakan peneliti pada Lombok Riset Center. 

Sebagai konsep pembangunan yang dicanangkan Pemprov NTB lima tahun, GEDSI harus banyak melibatkan objek dan identitas sosial untuk diintervensi. Pada tahap ini pemberdayaan dan keberdayaan komunitas menjadi prioritas.

Berbagai komunitas sosial yang ada adalah potensi kekayaan masyarakat untuk dikelola secara optimal guna menghasilkan kohesi sosial sebagai jaminan keberlangsungan pembangunan sesuai tujuan, visi-misi pemimpin NTB lima tahun ke depan: "kita bangkit bersama, no one left behind."

Pelibatan multi pihak dalam perencanaan sampai pada tahap pelaksanaan program membuka ruang keadilan dan kesetaraan bagi semua entitas sosial yang ada.

Pada akhirnya tujuan GEDSI sebagai konsep pembangunan berkelanjutan akan bermuara pada target RPJMN NTB 2025-2029. 

Berdasarkan dokumen RPJMN Pemprov NTB 2025-2029, pemerintahan Ikbal-Dinda menargetkan pembangunan NTB inklusif pada empat isu pokok diantaranya: peningkatan kesetaraan gender serta penguatan peran perempuan, pemuda dan penyandang disabilitas; menyediakan kesempatan yang sama pada perempuan dan laki-laki, pemuda, anak, dan penyandang disabilitas, lansia, masyarakat adat dan kelompok rentan lainnya; Meningkatkan akses seluruh kelompok terhadap sumberdaya dan mendorong mereka berpartisipasi aktif dan bermakna; dan semua kelompok terlibat dalam proses pengambilan keputusan untuk memperoleh manfaat dari hasil pembangunan.

Semua isu pokok target pembangunan NTB inklusif itu tidak akan beresultante dengan kenyataan di lapangan jika ia hanya gagasan di atas kertas tanpa pembuktian sebagai pertanggungjawaban moral 

Moral berbahasa

Dalam teori bahasa aktivitas berbahasa di kenal dengan istilah 'spech act' atau tindakan berbahasa. Setiap tindakan berbahasa meniscayakan tiga elemen yaitu kesadaran, bahasa lalu tindakan. 

Ketika tiga unsur dari tindakan berbahasa itu tidak sinkron maka aktivitas berbahasa itu tidak lagi dikategorikan sebagai berbahasa tapi sebagai tindakan bunyi-bunyian. Artinya tidak ada bedanya ucapan pemimpin dengan benda mati yg di bunyikan dan tidak memiliki makna.

Pada konteks politik, berbahasa akan memiliki makna dan status yang berbeda ketika yang mengucapkan itu adalah tokoh publik dan politik.

Bahasa seorang tokoh publik dan politisi akan dinilai berbeda ketika ucapan yang di sampaikan singkron. Ia akan bertransformasi menjadi integritas dan integritas adalah sikap moral sebagai basis sebuah kebijakan. 

Bahasa telah menjadi instrumen powerfull ketika tindakan berbahasa difungsikan sebagaimana kaidahnya. Bayangkan tindakan berbahasa bisa merubah berbagai status sosial manusia ketika tindakan berbahasa bekerja sesuai kaidahnya. 

Pada konteks GEDSI sebagai bahasa program RPJMN NTB lima tahun kedepan kepemimpinan Ikbal-Dinda bukan tidak mungkin gagasan, visi-misi, NTB makmur mendunia akan menjadi nyata.

Menutup catatan ini, gagasan GEDSI gubernur NTB harus menjadi pertanggungjawaban moral pembangunan NTB lima tahun sebagai konsekuensi moral tindakan berbahasa. Dan bahasa adalah keajaiban.

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved