Opini

Pekan Teater Pelajar NTB: karena Sasentra Ialah Api yang Tak Pernah Padam

Sasentra tidak hanya menyambung estafet tradisi festival teater di NTB, tetapi juga menghidupkan kembali dengan nyala semangat baru.

Editor: Sirtupillaili
Dok.Istimewa
Salman Faris merupakan dosen Universiti Pendidikan Sultan Idris (UPSI) Malaysia dan pengarang novel "Tuan Guru". 

Dengan demikian, Pekan Teater Pelajar ini diharapkan menjadi laboratorium estetik yang membongkar pakem, memprovokasi wacana, dan membentuk horizon baru dalam praktik teater. Bahkan menawarkan ketiadaan estetik, di mana teater pada saatnya tidak memerlukan bentuk estetika apa pun.

Karena itu, tidak mungkin membicarakan Pekan Teater Pelajar ini tanpa memahami falsafah dan pandangan hidup Sasentra itu sendiri. 

Dalam dokumen dan narasi komunitas yang dibangun sejak awal berdiri, Sasentra secara tegas menolak manusia yang tak berpikir. 

Bagi mereka, manusia yang tidak berpikir adalah kematian awal bagi kemanusiaan itu sendiri. Ini adalah sebuah pernyataan ideologis yang kuat, yang tidak hanya menyangkut seni tetapi juga keberadaan manusia secara utuh. 

Sasentra menolak manusia lemah, manusia tanpa daya, manusia tanpa usaha, manusia tanpa keberanian untuk gagal maupun sukses. 

Pandangan ideologis tersebut tercermin dalam setiap aspek penyelenggaraan Pekan Teater Pelajar, dari kurasi naskah, pelibatan kelompok, model presentasi, hingga diskusi pasca-pertunjukan. 

Semua diarahkan pada satu tujuan yakni menciptakan ruang baru bagi segala kemungkinan baru dalam teater. Sasentra percaya bahwa teater adalah api yang tak pernah padam. 

Api itu bisa hidup di dasar lautan ketika badai menerjang. Api itu bisa menyala di perut batu ketika kemarau melanda. Imaji ini bukan sekadar metafora puitik, tetapi simbol eksistensial bagi militansi kultural. 

Dengan semangat ini, festival bukan lagi ajang kompetisi, tetapi ruang pembentukan subjektivitas estetik, ruang artikulasi kegelisahan kolektif, dan ruang produksi kebenaran baru dalam seni.

Dan sudah pasti, ruang membentuk manusia utuh, seutuh-utuhnya. Manusia yang anti dengan zamannya sendiri karena baginya, dirinyalah zaman itu sendiri.

Lebih lanjut, Pekan Teater Pelajar yang digagas Sasentra bukanlah peristiwa tunggal yang berdiri sendiri. Ia menjadi simpul dari ekosistem estetik baru yang sedang dibangun. 

Melalui festival ini, terjadi perjumpaan antara pelajar, guru, seniman, akademisi, dan masyarakat. Termasuk stakeholder lain yang bisa saja dari kalangan borjuasi, hedon, dan pemerintah sendiri. Teater dirancang sebagai ruang yang mempertemukan segala jenis manusia untuk saling mengenali agar tidak saling mencederai. 

Goalnya adalah teater menjadi asasi, di mana di sana manusia dapat bergaul secara damai dan setara.  

Di samping itu, Pekan Teater Pelajar ini memungkinkan terjadinya dialektika antara praksis artistik dan refleksi teoretik. Setiap kelompok yang tampil tidak hanya menampilkan pertunjukan, tetapi juga mengartikulasikan gagasan, menjawab tantangan zaman, dan menegaskan posisi estetiknya. 

Kurasi festival dirancang untuk merangsang keberanian estetik, bukan untuk membesarkan ego atau mengukuhkan dominasi. Dalam proses ini, festival berubah menjadi forum diskursus kultural yang produktif. Bahkan, melalui Juklak-Juknis yang disusun secara cermat, terlihat bahwa Pekan Teater Pelajar ini tidak sekadar formalitas, melainkan ekspresi dari kesadaran artistik dan ideologis yang matang. 

Halaman
1234
Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved