Opini
Pekan Teater Pelajar NTB: karena Sasentra Ialah Api yang Tak Pernah Padam
Sasentra tidak hanya menyambung estafet tradisi festival teater di NTB, tetapi juga menghidupkan kembali dengan nyala semangat baru.
Festival teater yang dikelolah Teater Putih Unram cenderung berpihak kepada pendekatan realis, baik dalam bentuk naskah, gaya akting, maupun penyutradaraan.
Kontinuitas haluan festival ini mencerminkan portofolio estetik yang patut diapresiasi.
Perjalanan festival teater di NTB tidak bisa dilepaskan dari nama-nama besar seperti Kongso Sukoco, Winsa Prayitno, Azhar Zaini, Imtihan Taufan, Latif Apriaman, Eko Wahono, Saifullah Safturi, dan Sukran Hasan.
Begitu juga nama lain yang tidak kalah besar. Mereka bukan hanya praktisi, tetapi juga intelektual dan peletak dasar estetika teater lokal yang berpijak pada konteks sosio-kultural NTB.
Dalam hal ini, sejarah teater NTB adalah sejarah perjuangan estetika dan ideologi yang tumbuh dari akar komunitas.
Kemunculan Pekan Teater Pelajar oleh Sasentra menandai babak baru dalam sejarah festival teater di NTB. Ia hadir sebagai kontinuitas dari tradisi yang telah berlangsung, menjembatani generasi dan menjaga nyala api teater tetap hidup.
Ia membawa semangat baru yang berbeda, karena tumbuh dari lingkungan kampus swasta, yakni Universitas Muhammadiyah Mataram.
Ini bukan persoalan administratif semata-mata, tetapi soal keberanian dan militansi dalam menghadapi tantangan struktural yang jauh lebih berat dibandingkan institusi negeri.
Tentu bukan perkara mudah menawarkan akar perubahan pada kampus swasta yang mandiri dikelola oleh yayasan.
Sejak lama, ketika awal berdiri Sasentra menegaskan bahwa menjadi swasta bukanlah hambatan untuk mencipta gagasan besar. Sebaliknya, keterbatasan menjadi pemicu untuk menciptakan lompatan-lompatan artistik yang berani.
Dalam konteks ini, Pekan Teater Pelajar yang sudah masuk tahun ke-4 tersebut tidak digerakkan oleh logika seremonial atau formalitas administratif, melainkan oleh daya hidup komunitas yang berakar pada tekad untuk berpikir, berkarya, dan bertahan di tengah badai zaman yang menggilas orang kalah, kaum miskin, kelompok bodoh yang terjajah.
Dasar ideologis Sasentra ialah hidup berdaya meski dalam kekalahan paling hina dan lemah sekalipun. Hidup adalah pengabdian abadi kepada Ilahi. (rujuk mars Sasentra).
Lebih jauh dari itu, tentu saja, Pekan Teater Pelajar ini menjadi ruang lain untuk mengeksplorasi bentuk baru dalam teater. Seperti yang diutarakan Stuart Hall dalam konsep aesthetic truth, saya melihat Pekan Teater Pelajar ini menolak kemapanan bentuk.
Estetika di sini tidak lagi tunduk pada dominasi model realis dan model lain yang dominan serta mapan. Melainkan membuka diri pada berbagai kemungkinan baru: eksperimental, surealis, fragmentaris, hingga hibrid.
Bahkan kemungkina teater tanpa bentuk, teater tanpa pijakan, teater yang mencair ke dalam apa pun situasi kemanusiaan seperti gagasan yang ditawarkan oleh estetika posmodern.
Tantangan Utama Gubernur Iqbal dari Bangsa Sasak Sendiri |
![]() |
---|
Masnun Tahir: Antara UIN Mataram dan NU NTB |
![]() |
---|
Merawat Kebersamaan Tanpa Unjuk Rasa, MotoGP Wajah Indonesia dari NTB untuk Dunia |
![]() |
---|
Hultah NWDI: Warisan Spiritualitas dan Kebersamaan |
![]() |
---|
Refleksi Pelantikan PW NU NTB: Mengikat Ukhuwah, Menata Masa Depan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.