Opini

Pekan Teater Pelajar NTB: karena Sasentra Ialah Api yang Tak Pernah Padam

Sasentra tidak hanya menyambung estafet tradisi festival teater di NTB, tetapi juga menghidupkan kembali dengan nyala semangat baru.

Editor: Sirtupillaili
Dok.Istimewa
Salman Faris merupakan dosen Universiti Pendidikan Sultan Idris (UPSI) Malaysia dan pengarang novel "Tuan Guru". 

Oleh: Salman Faris

Dalam sejarah perkembangan teater dunia, festival merupakan panggung awal tempat ide, estetika, dan kekuatan gagasan dipertarungkan dan diperkenalkan. 

Festival teater bukan sekadar seremoni artistik, melainkan arena ideologis, estetis, dan bahkan politis, tempat teater menunjukkan diri sebagai medan pergulatan intelektual dan eksistensial.

Dalam konteks ini, keberadaan Pekan Teater Pelajar (PTP) 4 Se-NTB tahun 2025 pada 19-21 Mei di Taman Budaya NTB yang diinisiasi oleh Sasentra menjadi sebuah fenomena penting. 

Sebagai unit kegiatan mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Mataram (UMMAT), Sasentra tidak hanya menyambung estafet tradisi festival teater di NTB, tetapi juga menghidupkan kembali dengan nyala semangat baru. Api yang tak pernah padam.

Sejarah mencatat bahwa awal mula teater sebagai bentuk seni yang mandiri dan filosofis tidak bisa dilepaskan dari keberadaan festival. Pada tahun 534 SM, di Athena, seorang tokoh bernama Thespis sebagai pemenang pertama kompetisi penulisan naskah tragedi dalam Festival Dionysia. 

Thespis ialah bapak tragedi. Ia tidak hanya memperkenalkan tradisi keaktoran dengan keluar dari paduan suara (chorus) dan berdialog dengan narator, tetapi juga menandai lahirnya konsep aktor modern. Sejak itu, istilah Thespian digunakan untuk menyebut para aktor teater di seluruh dunia. 

Festival-festival teater atau seni pertunjukan secara umum seperti Dionysia, Ludi Romani, hingga Edinburgh Fringe Festival di era kontemporer menjadi landasan bagi pertumbuhan teater dalam berbagai genre, bentuk, dan ideologi. Bahkan materi. 

Festival melahirkan bukan hanya teks dan pertunjukan, tetapi juga filsafat artistik, kritik sosial, dan formasi komunitas teater. 

Sebagai medium seleksi kultural, festival memungkinkan pemetaan dinamika estetika dan membentuk arah baru dalam praktik kesenian. 

Dalam pengertian ini, teater dan festival bukanlah dua entitas yang terpisah, melainkan dua sisi dari koin yang sama. Satu tidak bisa eksis tanpa yang lain.

Di NTB, tradisi festival teater telah berlangsung lebih dari empat dekade. Pada era 1990-an, Festival Teater Modern yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Universitas Mataram menjadi tonggak penting yang mencerminkan geliat teater modern di Bumi Gora. 

Tidak hanya berperan sebagai ruang ekspresi, festival ini juga menjadi wadah pembentukan identitas estetik generasi teater muda NTB. 

Kemudian muncul Festival Teater Pelajar yang diselenggarakan oleh Teater Putih FKIP Unram. 

Festival ini memiliki peran penting dalam mendekatkan dunia teater dengan pelajar, menanamkan nilai-nilai artistik dan intelektual pada usia dini, serta membentuk kultur apresiatif terhadap seni pertunjukan di lingkungan sekolah.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved