Meski Presidential Threshold 20 Persen Dihapus MK, DPR Tetap Bakal Batasi Jumlah Pencalonan Pilpres

Semua partai politik dinilai tidak akan secara otomatis bisa mencalonkan capres dan cawapres meski PT 20 persen dihapus MK

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Suasana sidang Uji Materi Pasal 222 UU 7/2017 tentang rekonstruksi ambang batas pencalonan presiden untuk kesetaraan hak partai politik peserta pemilu dalam pencalonan pilpres di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (7/8/2024). Semua partai politik dinilai tidak akan secara otomatis bisa mencalonkan capres dan cawapres. 

TRIBUNLOMBOK.COM - DPR bakal membatasi jumlah pencalonan presiden dan wakil presiden di Pilpres 2029. 

Walaupun Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menghapus presidential threshold atau ambang batas pencalonan Pilpres 20 persen. 

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Bahtra Banong menjelaskan, putusan MK ini tidak langsung dipersepsikan seolah semua partai politik akan secara otomatis mencalonkan capres dan cawapresnya. 

Menurutnya, unsur keadilan bagi partai juga penting dipertimbangkan.

"Misalnya partai yang sudah lolos verifikasi dan sudah pernah ikut pemilu masa mau disamakan dengan partai yang baru mendaftar dan baru ikut pemilu. Nah ini perlu kajian mendalam dari berbagai pihak," ucapnya, Minggu (5/1/2025) seperti dikutip dari Tribunnews.

Baca juga: 5 Alasan MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden

Dia menjelaskan, Komisi II dan Pemerintah akan mempedomani panduan MK dalam melakukan rekayasa konstitusi dalam menindaklanjuti putusan MK No 62/PUU-XXII/2024.

"Agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah yang terlalu banyak," kata Bahtra.

Ia mengatakan Komisi II DPR akan membahas putusan MK itu usai masa reses berakhir.

"Tapi pada intinya sesuai usulan Komisi II ke Baleg dan Pimpinan DPR, agar merevisi UU paket politik dalam bentuk omnibus law politik. Artinya ini satu derap langkah kedepan dalam rangka memperbaiki sistem pemilu kita secara keseluruhan," tandasnya.

Penjelasan Putusan MK Hapus PT 20 Persen

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden.

Hal itu tercantum dalam putusan perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang dibacakan dalam sidang, Kamis (2/1/2025). 

Dalam Putusan ini, terdapat dua hakim konstitusi yang memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion) yakni hakim Anwar Usman dan Daniel Yusmic P. Foech.

Adapun gugatan uji materiil ini dilayangkan  empat orang Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, yakni Enika Maya Oktavia, dkk.

Ketua MK Suhartoyo mengatakan pokok permohonan para Pemohon mengenai inkonstitusionalitas ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden adalah beralasan menurut hukum.

“Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucap Suhartoyo dikutip dari laman resmi MK. 

Lalu, apa saja pertimbangan MK dalam menghapus presidential threshold seperti tertuang dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu)?

1. Bertentangan dengan hak politik

Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 dinilai tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, namun juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable serta nyata-nyata bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945. 

Rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) berapapun besaran atau angka persentasenya adalah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945,” ujar Wakil Ketua MK Saldi Isra.

MK telah mencermati beberapa pemilihan presiden dan wakil presiden yang selama ini didominasi partai politik peserta pemilu tertentu dalam pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden. 

Hal ini berdampak pada terbatasnya hak konstitusional pemilih mendapatkan alternatif yang memadai terkait pasangan calon presiden dan wakil presiden.

2. Polarisasi Masyarakat

MK  menilai bahwa dengan terus mempertahankan ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dan setelah mempelajari secara saksama arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, terbaca kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat 2 (dua) pasangan calon.

"Padahal, lanjut Mahkamah, pengalaman sejak penyelenggaraan pemilihan langsung menunjukkan, dengan hanya 2 (dua) pasangan calon presiden dan wakil presiden, masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi (masyarakat yang terbelah) yang sekiranya tidak diantisipasi mengancam kebhinekaan Indonesia," ucap Saldi.

3. Kecenderungan Kotak Kosong

Bahkan jika pengaturan tersebut terus dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal. 

Kecenderungan demikian, paling tidak dapat dilihat dalam fenomena pemilihan kepala daerah yang dari waktu ke waktu semakin bergerak ke arah munculnya calon tunggal atau pemilihan dengan kotak kosong.

Artinya, menurut Mahkamah, membiarkan atau mempertahankan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu berpeluang atau berpotensi terhalangnya pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat dengan menyediakan banyak pilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

“Jika hal itu terjadi, makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser dari salah satu tujuan yang hendak dicapai dari perubahan konstitusi, yaitu menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan demokrasi,” sebut Saldi.

4. Jumlah Paslon Capres-Cawapres

MK mempertimbangkan sekalipun norma ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU Pemilu telah dinyatakan inkonstitusional, sebagai negara dengan sistem presidensial yang dalam praktik tumbuh dalam balutan model kepartaian majemuk (multi-party system), tetap harus diperhitungkan potensi jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden sama dengan jumlah partai politik peserta pemilu.

MK telah menegaskan dalam pertimbangan hukumnya bahwa pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden merupakan hak konstitusional (constitutional right) semua partai politik yang telah dinyatakan sebagai peserta pemilu pada periode yang bersangkutan atau saat penyelenggaraan pemilu berlangsung, dalam revisi UU Pemilu, pembentuk undang-undang dapat mengatur agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah yang terlalu banyak sehingga berpotensi merusak hakikat dilaksanakannya pemilu presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat.

5. Pilpres Putaran Kedua

Mahkamah mempertimbangkan bahwa sekalipun secara konstitusional terdapat ketentuan Pasal 6A ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 yang pada pokoknya telah mengantisipasi kemungkinan terjadinya pemilu presiden dan wakil presiden putaran kedua (second round), jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden yang terlalu banyak belum menjamin berdampak positif bagi perkembangan dan keberlangsungan proses dan praktik demokrasi presidensial Indonesia.

Pedoman MK tentang Pilpres
MK memberikan pedoman bagi pembentuk undang-undang untuk melakukan rekayasa konstitusional (constitutional engineering) agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah yang terlalu banyak dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

2. pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.

3. dalam mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai politik peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan partai politik peserta pemilu tersebut tidak menyebabkan dominasi partai politik atau gabungan partai politik sehingga menyebabkan terbatasnya pasangan calon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih.

4. partai politik peserta pemilu yang tidak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya.

5. perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU Pemilu melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian (concern) terhadap penyelenggaran pemilu termasuk partai politik yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation).

(Tribunnews.com)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul DPR Bakal Batasi Capres Cawapres di Pemilu 2029 Usai MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved