Pemilu 2024

11 Sengketa Perselisihan Hasil Pemilu di NTB Bergulir di Mahkamah Konstitusi

Sebanyak 11 sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) dari Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) saat ini sedang bergulir di Mahkamah Konstitusi.

Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Endra Kurniawan
TRIBUNLOMBOK.COM/ROBBY FIRMANSYAH
Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) NTB, Umar Achmad Seth menjelaskan terkait sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di NTB yang bergulir di Mahkamah Konstitusi. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Sebanyak 11 sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) dari Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) saat ini sedang bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK), semua perselisihan tersebut berkaitan dengan perolehan suara para calon anggota legislatif (caleg).

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) NTB Muhammad Khuwailid mengatakan, 11 PHPU tersebut sebenarnya sudah selesai pada saat rapat pleno terbuka beberapa waktu lalu baik di tingkat kecamatan, kabupaten bahkan provinsi.

"Ini sesungguhnya sudah dilakukan penyandingan data pada saat rekapitulasi baik di tingkat PPK, di tingkat kabupaten bahkan provinsi, tapi kita tidak bisa meminta kepada para pihak untuk tidak menggugat," kata Khuwailid, Rabu (24/4/2024).

Baca juga: KPU Lombok Timur Bongkar Kotak Suara Pilpres dari 6 TPS Soal PHPU di MK

Sidang sengketa PHPU untuk NTB akan berlangsung pada 29 April 2024 mendatang, sidang akan diawali dengan agenda pemeriksaan pendahulan permohonan, apakah permohonan tersebut akan dilakukan pemeriksaan pada pokok perkara atau tidak.

Terpisah, Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) NTB, Umar Achmad Seth mengatakan, seluruh sengketa tersebut juga sudah dilaporkan ke Bawaslu RI untuk dilakukan verifikasi.

"Apakah seluruh keterangan tertulis akan ada tambahan, mungkin juga akan meminta dokumen hasil pengawasan untuk dibawa ke Mahkamah Konstitusi," kata Umar.

Umar menjelaskan, bahwa sengketa PHPU tersebut hanya berkaitan dengan perolehan hasil baik diinternal partai, maupun antar partai peserta Pemilu. Ada juga PHPU yang dilakukan oleh Caleg DPD RI.

Nantinya, Bawaslu RI akan meminta kepada Bawaslu provinsi dan kabupaten/kota untuk hadir dalam persidangan, sebab seluruh perselisihan tersebut terjadi di tingkat bawah.

Terhadap perselisihan hasil suara kata Umar, proses pemindahan suara tersebut sejatinya diketahui oleh KPU, pasalnya seluruh akses terhadap aplikasi yang digunakan dimiliki oleh KPU sementara Bawaslu tidak memiliki akses untuk mengawasi di aplikasi Sirekap tersebut.

Baca juga: KPU NTB Minta ASN Segera Mundur jika Ingin Maju di Pilkada 2024

"Kalau soal rekapitulasi yang paling tahu KPU, siapa melakukan apa, dimana dan kapan dan digeser dari mana ke mana dia tahu , karena mereka yang punya akun," kata Umar.

Umar juga mengungkapkan, banyak persoalan terjadi di lapangan pada saat rekapitulasi suara, termasuk ditemukannya salinan C hasil yang banyak bekas penghapus cair (tipe-X).

"Tanda pagar yang di C-hasil itu tidak boleh di tipe x itu angka orang, itu lahir saat publik menyaksikannya di TPS pada saat penghitungan," jelas Umar.

Beberapa partai yang mengajukan PHPU diantaranya Partai Hanura untuk DPRD Kabupaten Bima, Gerindra untuk DPRD Kabupaten Bima, Partai Demokrat DPRD Kota Mataram, PAN untuk DPR RI, dan DPD oleh TGH Lalu Gede Ali Wira Sakti.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved