Mantan Walikota Bima Lutfi Atur 15 Proyek Senilai Rp32,6 Miliar Bersama Istri dan Adik Ipar

15 proyek yang bernilai Rp 32,6 miliar itu tersebar di sejumlah Organisasi Perangkat Daerah Kota Bima 2019-2020.

Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Wahyu Widiyantoro
TRIBUNLOMBOK.COM/ROBBY FIRMANSYAH
Mantan Wali Kota Bima Muhammad Lutfi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Senin (22/1/2024). 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan 15 proyek dikendalikan Mantan Wali Kota Bima Muhammad Lutfi sepanjang 2019.

15 proyek yang bernilai Rp 32,6 miliar itu tersebar di sejumlah Organisasi Perangkat Daerah Kota Bima 2019-2020.

Hal itu terungkap dalam sidang perdana pembacaan dakwaan terhadap Lutfi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Senin (22/1/2024).

"Terdakwa dalam jabatan Wali Kota Bima telah memperkaya diri dan orang lain dengan menerima gratifikasi senilai Rp1,95 miliar pada sejumlah pelaksanaan proyek pengadaan barang dan jasa pada Pemkot Bima," kata Jaksa KPK Andi membacakan dakwaan.

Baca juga: Jaksa Sebut Istri Eks Wali Kota Bima Lutfi Berperan Mengatur Proyek Fisik dan Pengadaan Barang Jasa

Proyek yang dikendalikan Lutfi paling banyak di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Bima.

Jaksa menyampaikan bahwa sebagian besar proyek itu melibatkan Ellia alias Umi Eli yang merupakan istri terdakwa dan adik ipar terdakwa bernama Muhammad Maqdis.

Keduanya kerap muncul dalam uraian dakwaan Muhammad Lutfi sebagai pihak yang melaksanakan perintah terdakwa untuk mengatur pemenangan proyek.

Terungkap pula peran sejumlah pejabat pemerintah lain bernama Agus Salim, Farhat, dan Muhammad Amin.

Ada juga proyek untuk tim sukses yang memenangkan terdakwa dalam kontestasi Pemilihan Umum Wali Kota Bima pada tahun 2018.

Baca juga: Mantan Wali Kota Bima Lutfi Beli Mobil untuk Sang Istri Pakai Duit Hasil Atur Proyek

Terhadap penerimaan gratifikasi senilai Rp1,95 miliar dan mobil, Lutfi pernah melaporkan hal tersebut ke Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK.

"Penerimaan itu tidak ada alas hak yang berdasarkan hukum," ucap jaksa.

Jaksa menilai perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur pidana karena berhubungan dengan jabatan dan bertentangan dengan komitmen pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi.

Jaksa dalam dakwaan menyatakan telah menemukan adanya pemufakatan jahat dalam sejumlah kegiatan pengadaan barang dan jasa pada Pemkot Bima saat Lutfi menjabat sebagai Wali Kota Bima.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved