Jika Jual Pakaian Bekas Dilarang, Pedagang Ancam Kembali Jadi Maling
Kecemasan pedagang ini disebab ramainya penindakan penjualan baju bekas oleh aparat penegak hukum (APH) dan menjadi buah bibir, termasuk di Mataram.
Penulis: Jimmy Sucipto | Editor: Sirtupillaili
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Jimmy Sucipto
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Larangan menjual pakaian bekas membuat para pedagang sangat kecewa.
Mereka kini dihantui rasa cemas, karena pekerjaan yang ditekuni bertahun-tahun dilarang pemerintah.
Seperti para pedagang baju bekas di Pasar Karang Sukun, Kota Mataram, merasa was-was.
Pasar Karang Sukun merupakan salah satu pusat penjualan barang bekas terbesar di Kota Mataram.
Kecemasan pedagang ini disebab ramainya penindakan penjualan baju bekas oleh aparat penegak hukum (APH) dan menjadi buah bibir, termasuk di Kota Mataram, NTB.
Baca juga: Polda NTB Sita 31 Karung Pakaian Bekas Impor Senilai Rp 150 Juta
Bahkan beberapa waktu lalu, Polda NTB bersama Dinas Perdagangan Provinsi NTB dan Bea Cukai Mataram menyita 31 bal/karung pakaian bekas, dengan kisaran harga Rp90-150 juta.
Sanusi (34), salah seorang pedagang Karang Sukun mengungkapkan kecemasannya.
Dia sehari-hari berjualan pakaian bekas dan membayar sewa lapak Rp1 juta per bulan.
Kini Sanusi mengaku usaha pakaian bekas ini sudah turun temurun, sejak zaman neneknya.
“Sudah dari zaman nenek saya jualan di sini, kalau tidak ada usaha ini, ya saya akan kembali menjadi maling,” ungkap Sanusi penuh kekecewaan, di Pasar Karang Sukun, Kamis (6/4/2023).
Hal tersebut ia katakan berdasarkan pengalaman sulitnya di masa lalu, dia pernah menjadi seorang maling karena tidak memiliki pekerjaan tetap.
“Apa salahnya jualan baju bekas? Lagi pula banyak kok artis dan pejabat yang belanja baju bekas karena bagus dan terjangaku!” lanjutnya.
Ia turut menilai penindakan APH ke pedagang baju bekas dengan alasan membawa penyakit.
“Kalau benar membawa penyakit, saya orang pertama yang mati karena membuka bal. Begitu juga di masyarakat, pasti mengeluh. Tapi kenyataannya? Tidak ada! Dan kami semua sehat,” kesalnya.
Belum lagi alasan lambatnya perputaran ekonomi.
Oci sapaan akrabnya mengatakan, alasan ekonomi lamban berputar akibat kecemburuan sosial.
Bahkan selama kehadiran thrift shop di Kota Mataram, Oci menilai tidak ada toko baju yang sepi dari pembeli hingga gulung tikar.
“Tidak ada yang rugi kok mereka (gerai baju) di Kota Mataram. Apa lagi sekarang bulan puasa, pastinya tambah ramai, bukannya sepi,” ungkap Oci.
Oci Juga berpendapat pakaian bekas nya mampu menyelamatkan warga kelas ekonomi menengah ke bawah.
Dicontohkan olehnya, seorang nelayan yang tidak mampu membeli pakaian mahal, dan harus berbelanja ke lapak miliknya.
Oci berharap agar pemerintah bisa lebih memperhatikan pedagang pakaian bekas.
“Jangan disita, jangan ditangkap, harusnya disupport. Tanpa kami, ekonomi juga tidak berputar karena kami turut membayar pajak. Dan ingat, ini masalah orang banyak, tanpa ini kami tidak bisa makan, dan saya bisa saja jadi maling,” tandasnya.
(*)
Pembangunan Kantor Wali Kota Mataram Capai 57 Persen, Ditarget Rampung Akhir Desember 2025 |
![]() |
---|
Program Monalisa, Cara Dinas Kesehatan Kota Mataram Dekatkan Layanan ke Masyarakat |
![]() |
---|
Waspadai Kracunan, Dikes Mataram Awasi Ketat Kualitas Makanan Bergizi Gratis di Sekolah |
![]() |
---|
Bertarung Sengit, Anjani Berhasil Rebut Tiket Final Kejurnas Muaythai 2025 |
![]() |
---|
Wali Kota Mataram Pantau Langsung Pembangunan Jembatan Semi Permanen di Karang Kemong |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.