Opini

Ketika Batas Religi Meleleh

Area yang setiap hari Sabtu menjadi car free day berubah menjadi lapangan pesta pora. Penjor hias memenuhi ruas jalan El Tari.

|
Editor: Dion DB Putra
Ketika Batas Religi Meleleh - Siswa-siswi-Bali.jpg
FOTO KIRIMAN JB KLEDEN
Siswa siswi para penari Memanah Daya Sakral Ke Tengah Kehidupan Bumi.
Ketika Batas Religi Meleleh - Tawur-Kasanga.jpg
FOTO KIRIMAN JB KLEDEN
Pandita Ida Rsi Agung Nanda Wijaya Kusuma Manuaba didampingi Pandita Istri Manuaba memimpin upacara Tawur Kasanga di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Ketika Batas Religi Meleleh - Gebongan.jpg
FOTO KIRIMAN JB KLEDEN
Gebogan ibu-ibu Banjar Dharma Agung Kupang berisi buah dan pangan lokal. Perpaduan seni keagamaan Hindu dan budaya lokal.
Ketika Batas Religi Meleleh - Ogoh-ogoh-Kupang.jpg
FOTO KIRIMAN JB KLEDEN
Ogoh-Ogoh sebagai perlambang.
Ketika Batas Religi Meleleh - Seusai-pawai-Ogoh-ogoh.jpg
FOTO KIRIMAN JB KLEDEN
Suasana seusai Pawai Ogoh-Ogoh menuju Nyepi di Kota Kupang.
Ketika Batas Religi Meleleh - Semangkuk-bakso-Kupang.jpg
FOTO KIRIMAN JB KLEDEN
Menikmati semangkok bakso dari Ayu.
Ketika Batas Religi Meleleh - Lihat-hilal-Kupang.jpg
FOTO KIRIMAN JB KLEDEN
Rukyatul Hilal oleh Tim IT Rukyatul Hilal Kanwil Kemenag NTT dan Tim BMKG NTT di rooftop Stasiun Geofisika Kupang. Marhaban ya Ramadhan.

Memanah Daya Sakral ke Kehidupan Bumi

Pada pukul 15.00 Wita gadis-gadis KMHDI mulai menarikan tari Pendet mengawali seremoni pembukaan.

Tari yang awalnya sakral dan menjadi bagian dari upacara piodalan di pura sebagai ungkapan rasa syukur, penghormatan, penyambutan kepada dewata yang turun ke bumi dan pemujaan kepada dewa yang berdiam di pura kini bermetamorfosis menjadi 'balih-balihan' atau tari hiburan dan penyambutan selamat datang. Tapi itu tak melunturkan kesan magisnya.

Siswa siswi para penari Memanah Daya Sakral Ke Tengah Kehidupan Bumi.
Siswa siswi para penari Memanah Daya Sakral Ke Tengah Kehidupan Bumi. (FOTO KIRIMAN JB KLEDEN)

Di bangku depan saya memperhatikan gerak para penari. Sia-sia mencuri pandang. Mereka menari untuk tamu, tetapi mata dan gerak mereka seperti berfokus pada suatu wujud yang lain.

Saya kemudian teringat apa yang disampaikan teman saya, Dr. Yoga Segara, Antropolog di Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa, Denpasar, bahwa dalam Hindu setiap orang memang selalu berhati-hati menggerakan panca indra dan tubuhnya.

Hal ini ada kaitan dengan pandangan Hindu tentang semesta yang tunggal, gerak tubuh dan indra punya pengaruh langsung pada keliling atau semesta.

Saat menari, para penari melemparkan pentalan-pentalan harapan dan ujub-ujub ke alam raya.

Kepada Dewa-Dewi yang akhirnya bergerak juga ikut menari, dan melemparkan rahmat menurut ujub-ujub penari.

Dengan menari umat Hindu sebetulnya sedang memanah daya-daya sakral ke tengah kehidupan bumi.

Tarian sebagai ekspresi kebudayaan manusia, saat ia menyentuh setiap orang yang menikmatinya, ia melampaui partikularitas ras dan agama.

Karena sifatnya ini, maka menerima tamu dalam sebuah ritual keagamaan dengan tari adalah pilihan yang paling netral dalam mewartakan nilai-nilai agama yang tidak akan dicurigai.

Ogoh-Ogoh Sebuah Perlambang

Pukul 15.30 Wita seremoni pembukaan Taur Kesange dan Pawai Ogoh-Ogoh pun resmi digelar.

Ketua Panitia Nyepi Kota Kupang I Wayan Ari Wijana mengatakan upacara Tawur Agung Kesanga digelar untuk mensucikan diri dan membersihkan tanah dari segala kejahatan sebelum mengikuti Catur Bharata Penyepian yang akan berlangsung pada Hari Suci Nyepi Tahun Caka 1945 yang jatuh pada Rabu (22/3/2023).

Ogoh-Ogoh sebagai perlambang.
Ogoh-Ogoh sebagai perlambang. (FOTO KIRIMAN JB KLEDEN)

“Hari ini Taur Agung Kesanga, artinya upacara membersihkan seluruh bumi beserta isinya, dari hal-hal yang negatif, jahat, dengki, dengki, dll, sekarang kita pawai (ogoh-ogoh) yang dibawa keliling sebelum dimusnahkan,” kata Ari.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved