Opini
Ketika Batas Religi Meleleh
Area yang setiap hari Sabtu menjadi car free day berubah menjadi lapangan pesta pora. Penjor hias memenuhi ruas jalan El Tari.
Tepat pukul 12.00 Wita ruas utama jalan El Tari depan Kantor Gubernur NTT ditutup total. Ida Rsi Agung Nanda Wijaya Kusuma Manuaba mulai memimpin rangkaian upacara Taur Agung Kesana dan sembayang bersama.
Muspa Panca Sembah. Anak-anak Pasraman, menarikan tari Renjang Sari, ibu-ibu WHDI melakonkan Renjang Benteng.
Jagung Titi dan Saboak di Gebogan Sesaji
Sebelum acara pembukaan resmi digelar, ketua panitia I Wayan Ari Wijana mempersilahkan para tamu undangan melihat-lihat parade gebogan dari ibu-ibu Banjar Dharma Agung Kupang (BDK).
BDK adalah lembaga adat dan budaya Hindu di Kota Kupang. Dibentuk pada 10 Februari 1951 dengan beranggotakan 1997 jiwa, terdiri dari 19 Tempekan yang tersebar di Kota Kupang dan Kabupaten Kupang. BDK diketuai oleh Kelian Banjar I Nyoman Pasek Martika
Gebogan merupakan sesaji yang digunakan untuk upacara keagamaan umat Hindu. Isinya berbagai jenis buah dan makanan.

Bentuknya selalu menjulang seperti gunung, makin ke atas makin mengerucut atau lancip.
Tingginya mulai dari 0,5 m hingga 1,5 m. Bagian paling atas diletakkan canang dan sampiyan, sebagai wujud persembahan dan bakti kehadapan Sang Pencipta alam semesta.
“Wuiiiii ini ada sabaok dan jagung titi….” Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang, drg. Retnowati memekik setengah kaget setengah gembira.
”Ini Kota Kupang bu,” Kabankesbangpol Kota Kupang, Noce Nus Loa, menimpali,
Agama memang mempunyai nilai dan relevansi universal.
Begitu diamalkan dan dengan amal itu dikembangkan, agama serta merta juga menunjukkan warna lokal, warna masyakat dan kebudayaannya.
Hari raya keagamaan yang diperkaya dan dimasyarakatkan oleh adat budaya lokal membuat agama terlibat, lebih berwajah manusiawi, dan akan selalu berkembang menjadi hari raya bersama.
Gebogan ibu-ibu Banjar Dharma Agung Kupang dalam Nyepi tahun Caka 1945 kali ini merupakan perpaduan antara tradisi Hindu dengan budaya NTT.
“Ini merupakan wujud kepedulian kami sebagai umat Hindu yang hidup di Kota Kupang. Dengan menggunakan bahan-bahan lokal kami juga ikut mewujudkan NTT bangkit dan sejahtera,” jelas I Wayan Ari.
“Tapi bukan untuk dilombakan,” ia menambahkan “karena hal itu akan mengurangi makna utama dari gebogan dalam upacara yadnya yaitu sebagai persembahan dan rasa syukur kepada Sang Hyang Widhi Wasa.”
Masnun Tahir: Antara UIN Mataram dan NU NTB |
![]() |
---|
Merawat Kebersamaan Tanpa Unjuk Rasa, MotoGP Wajah Indonesia dari NTB untuk Dunia |
![]() |
---|
Hultah NWDI: Warisan Spiritualitas dan Kebersamaan |
![]() |
---|
Refleksi Pelantikan PW NU NTB: Mengikat Ukhuwah, Menata Masa Depan |
![]() |
---|
Menggelitik, Komunikasi Publik Pejabat di Republik dan Posisi Keilmuan Komunikasi yang Pelik |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.