Jaksa Keukeuh Tuntut Hukuman Mati pada Herry Wirawan Terdakwa Rudapaksa 13 Santri, Aset Disita

Sekalipun tuntutan ini ditentang Komnas HAM, Jaksa Penuntut Umum (JPU) keukeuh menindaknya. 

Editor: Salma Fenty
Istimewa via TribunJabar
Herry Wirawan, guru pesantren di Cibiru, Bandung, Jawa Barat, yang merudapaksa 12 santrinya. 

TRIBUNLOMBOK.COM - Tuntutan hukuman mati terhadap pimpinan pondok pesantren yang merudapaksa belasan santrinya, Herry Wirawan tetap dilakukan.

Sekalipun tuntutan ini ditentang Komnas HAM, Jaksa Penuntut Umum (JPU) keukeuh menindaknya. 

terdakwa Herry Wirawan tetap  akan dituntut hukuman mati.

Sidang dengan agenda pembacaan replik atau jawaban dari JPU atas pembelaan terdakwa dan penasihat hukumnya itu digelar di Pengadilan Negeri Bandung, Kota Bandung, Kamis (27/1/2022).

Dalam replik kami, intinya pada tuntutan semula dan memberikan penegasan beberapa hal," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Jabar, Asep N Mulyana, kembali tampil sebagai JPU.

Baca juga: Renggut Masa Depan 13 Santriwati, Herry Wirawan Mohon Maaf ke Korban Hingga Minta Hukuman Dikurangi

Baca juga: Kasus Herry Wirawan: Jaksa Tuntut Kebiri Kimia dan Dimiskinkan, Komnas HAM Tolak Hukuman Mati

Pertama bahwa tuntutan mati itu diatur dalam regulasi, diantur dalam ketentuan perundang-undangan."

Artinya, itu sudah sesuai dengan aturan yang berlaku," ujar Asep seusai persidangan.

Dalam replik, pihaknya juga menegaskan kepada majelis hakim agar yayasan dan semua aset terdakwa dilelang untuk negara yang selanjutnya diserahkan kepada korban dan anak korban.

Menurutnya, restitusi atau ganti rugi untuk korban yang dihitung oleh LPSK tidak sepadan dengan derita korban.

"Oleh sebab itu, kami meminta kepada majelis hakim agar yayasan kemudian aset terdakwa dirampas untuk negara dan dilelang."

Hasilnya diberikan kepada korban, tanpa sedikit pun mengurangi tanggung jawab negara untuk melindungi para korban."

Kami memastikan bahwa korban bisa bersekolah lagi," katanya.

Asep juga menegaskan, mengapa Yayasan milik terdakwa harus disita dan dilelang.

Sebab, kata dia, yayasan tersebut menjadi alat yang digunakan oleh terdakwa melakukan kejahatan.

"Tanpa ada yayasan tidak mungkin terdakwa melakukan kejahatan itu secara sistematis."

Oleh karena itu, kami tetap meminta agar yayasan itu disita bersamaan dalan tuntutan kami, sebagai percerminan asas dari peradilan yang cepat sederhana dan ringan, makanya kami satukan tuntutan," ucapnya. 

Alasan Komnas HAM Menolak

Kasus Herry Wirawan menjadi perhatian banyak orang.

Perlu diketahui, ia merupakan terdakwa kasus rudapaksa 13 santriwati.

Tak sedikit pihak yang geram pada Herry dan merasa prihatin pada para korban.

Publik pun menuntut agar Herry dihukum seberat-beratnya.

Teranyar, jaksa penuntut umum (JPU) meminta agar terdakwa dijatuhi kebiri kimia.

JPU juga meminta majelis hakim memberikan hukuman mati pada Herry Wirawan.

Baca juga: Ekspsresi Herry Wirawan Perudapaksa 13 Santriwati Bikin Jaksa Heran, Padahal Dituntut Hukuman Mati

Baca juga: Deretan Tuntutan Herry Wirawan Pelaku Rudapaksa 13 Santriwati: Dikebiri, Dimiskinkan & Hukuman Mati

Herry Wirawan terdakwa kasus perkosaan 13 santriwati digiring petugas masuk mobil tahanan seusai dihadirkan pada sidang dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (11/1/2022). Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Herry hukuman mati dengan alasan dianggap kejahatan luar biasa, kemudian menuntut hukuman kebiri kimia, denda Rp500 juta subsider satu tahun kurungan, harus membayar restitusi kepada anak-anak korban sebesar Rp330 juta, dan menuntut aset terdakwa disita.
Herry Wirawan terdakwa kasus perkosaan 13 santriwati digiring petugas masuk mobil tahanan seusai dihadirkan pada sidang dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (11/1/2022). Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Herry hukuman mati dengan alasan dianggap kejahatan luar biasa, kemudian menuntut hukuman kebiri kimia, denda Rp500 juta subsider satu tahun kurungan, harus membayar restitusi kepada anak-anak korban sebesar Rp330 juta, dan menuntut aset terdakwa disita. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)

Selain itu, jaksa juga menuntut agar terdakwa dimiskinkan.

Namun, reaksi berbeda diberikan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Mereka menolak jika terdakwa dijatuhi hukuman mati.

Sontak, reaksi tersebut menuai kontroversi di masyarakat.

Baca juga: Putrinya Diduga Dirudapaksa Anak DPRD Pekanbaru, Ortu Korban Cabut Laporan, Polisi: Setuju Damai

Tuntutan Jaksa

Tuntutan terhadap Herry Wirawan dibacakan langsung oleh Kejati Jabar, Asep N Mulayana.

Asep menjelaskan beberapa alasan untuk memberatkan hukuman Herry Wirawan.

Pertama, Herry Wirawan menggunakan simbol agama dalam lembaga pendidikan sebagai alat untuk memanipulasi perbuatannya hingga korban terperdaya.

Kemudian, perbuatan Herry

dinilai dapat menimbulkan dampak luar biasa di masyarakat dan mengakibatkan korban terdampak secara psikologis.

Baca juga: Wajah Pelaku Rudapaksa Santri Babak Belur Ternyata Hoaks, Pemain Preman Pensiun Ikut Beri Kecaman

"Terdakwa menggunakan simbol agama dalam pendidikan untuk memanipulasi dan alat justifikasi," ujarnya, Selasa, dikutip dari TribunJabar.id.

Abenk Preman Pensiun kecam tindakan Herry Wirawan
Abenk Preman Pensiun kecam tindakan Herry Wirawan (Instagram)

Pada kesempatan yang sama, Asep meminta identitas Herry Wirawan disebar dan ditambah hukuman kebiri kimia untuk memberikan efek jera bagi terdakwa.

"Kami juga menjatuhkan atau meminta kepada hakim untuk menjatuhkan pidana tambahan berupa pengumuman identitas agar disebarkan, dan hukuman tambahan berupa tindakan kebiri kimia," kata Asep N Mulyana usai sidang tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Selasa, dilansir Kompas.com.

Asep juga menyebut jika terdakwa akan dituntut hukuman mati.

Baca juga: Marissya Icha Bebas Sanksi Kemensos, Tunggu Itikad Baik Doddy Sudrajat : Manusia Bisa Berubah

Baca juga: Polda NTB Ambil Alih Kasus Pemerkosaan Gadis Difabel di Bima

"Menuntut terdakwa dengan hukuman mati," ucap Asep usai persidangan, Selasa, dikutip dari Kompas.com.

Asep menilai, hukuman tersebut diberikan sesuai dengan perbuatan terdakwa yang sesuai dakwaan telah memperkosa 13 santriwati hingga hamil dan melahirkan.

"Ini sebagai bukti, komitmen kami untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan pihak lain yang melakukan kejahatan," kata Asep.

Lebih lanjut, Asep juga meminta semua aset yang dimiliki terdakwa Herry dirampas untuk diserahkan ke negara.

"Yang selanjutnya digunakan untuk biaya sekolah bayi korban," kata Asep, seperti diberitakan TribunJabar.id, Selasa.

Herry dituntut hukuman sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.

Komnas HAM Menolak Hukuman Mati

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara menolak hukuman mati terhadap pelaku kejahatan seksual.

"Saya sepakat hukuman yang berat harus diberikan kepada siapapun pelaku kejahatan seksual apalagi korbannya banyak dan anak-anak, saya sepakat. Tapi bukan hukuman mati," kata Beka Ulung Hapsara saat dihubungi Kompas.TV, Rabu (12/1/2022).

Secara tegas, Beka mengatakan Komnas HAM menentang hukuman mati untuk semua tindakan kejahatan termasuk kekerasan seksual seperti yang dilakukan oleh terdakwa Herry Wirawan.

"Pada prinsipnya Komnas HAM menentang hukuman mati untuk semua tindakan kejahatan atau semua tindakan pidana termasuk juga pidana kekerasan seksual, seperti yang dilakukan oleh Herry Wirawan," jelas Beka.

Baca juga: Wajah Pelaku Rudapaksa Santri Babak Belur Ternyata Hoaks, Pemain Preman Pensiun Ikut Beri Kecaman

Beka mengatakan, alasan yang mendasari penentangan ini adalah prinsip hak asasi manusia, salah satunya hak hidup.

Menurut Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM/Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan ini, hak hidup sebagaimana telah termaktub dalam konstitusi Undang Undang Dasar (UUD) 1945.

Tepatnya, pada pasal 28A yang menjamin bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya.

"Hak hidup adalah hak yang tidak bisa dikurangi dalam situasi apapun. Honor eligible right itu sudah ada di konstitusi kita dan juga ada di berbagai instrumen hak asasi manusia yang sudah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia," jelas Beka.

Beka mendorong aparat penegak hukum untuk memberikan hukuman maksimal kepada pelaku kejahatan seksual sebagaiman tertuang di UU KUHP dan UU Perlindungan Anak. Artinya, hukuman diakumulasikan sehingga bisa maksimal.

Kendati demikian, Beka menilai bahwa jaksa dalam kasus kejahatan seksual oleh Herry Wirawan ini pasti memiliki pertimbangan lain untuk menentukan hukuman mati.

Namun, Komnas HAM mendorong pemerintah untuk bisa menyelesaikan persoalan kejahatan seksual dengan lebih komperhensif.

"Persoalan kekerasan seksual itu harus juga diselesaikan secara lebih komperhensif, tidak hanya melalui pendekatan hukum saja, tetapi juga harus lewat pendekatan lain yang juga berjalan seiringan," ujar Beka.

"Karenanya bagi saya, meskipun ada hukuman mati juga tidak akan bisa menghentikan atau menimbulkan efek jera sebelum adanya upaya-upaya lain," imbuhnya.

Kronologi

Herry memerkosa 13 santriwati di beberapa tempat, yakni di gedung yayasan pesantren, hotel, dan apartemen.

Peristiwa itu berlangsung selama lima tahun selama 2016-2021.

Hal ini menyebabkan belasan perempuan di bawah umur mengandung, ada pula yang telah melahirkan.

Oleh Herry, anak-anak yang dilahirkan dari para korbannya diakui sebagai yatim piatu. Bahkan, anak-anak itu dijadikan alat oleh Herry untuk meminta dana kepada sejumlah pihak. (*)

 

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved