Tambang Ilegal Sekotong

Dugaan Keterlibatan Penyelenggara Negara Jadi Alasan KPK Ambil Alih Kasus Tambang Ilegal di Sekotong

Dugaan keterlibatan penyelenggara negara membuat KPK turun tangan langsung menangani kasus tambang ilegal Sekotong.

Editor: Idham Khalid
Dok. Istimewa
SUASANA TAMBANG - Tambang emas ilegal yang di segel KPK tahun 2024 lalu, di Dusun Lendak Bare, Desa persiapan Blongas, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat. 

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengambil alih penanganan kasus tambang emas ilegal di Dusun Lendak Bare, Desa Persiapan Blongas, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Kasus ini sebelumnya ditangani oleh Direktorat Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Jabal Nusra bersama Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi NTB. Namun, dugaan keterlibatan penyelenggara negara membuat KPK turun tangan langsung.

“Sudah dilimpahkan ke KPK, karena memang ada keterlibatan penyelenggara negara,” kata Kepala Bidang Perlindungan Hutan Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (PHKSDAE) Dinas LHK NTB, Mursal, Jumat (24/10/2025).

Menurut Mursal, penyidik KPK telah memanggil sejumlah saksi terkait kasus tersebut. Meski demikian, ia enggan menyebutkan siapa pihak yang dimaksud.

“Para pelaku sudah dipanggil ke gedung KPK minggu lalu,” ujarnya.

Mursal menambahkan, untuk informasi lebih rinci terkait perkembangan penanganan kasus ini, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada Gakkum LHK Jabal Nusra.

Baca juga: Dua Lembaga Pemerhati Lingkungan Laporkan Pengusaha Tambang Ilegal ke Polda NTB

Sebagai informasi, pada Oktober 2024 lalu, KPK telah menyegel tambang emas ilegal di kawasan Sekotong tersebut. Berdasarkan data Dinas LHK NTB, luas area tambang ilegal itu mencapai 98,16 hektar dengan 26 titik aktivitas penambangan.

KPK juga mengungkapkan bahwa aktivitas tambang ilegal tersebut memiliki omset fantastis, yakni sekitar Rp90 miliar per bulan atau Rp1,08 triliun per tahun. Angka ini diperoleh dari hasil penelusuran di tiga tempat penyimpanan (stokpile) dalam satu titik tambang.

Dengan potensi sebesar itu, negara diperkirakan mengalami kerugian besar akibat hilangnya pendapatan dari royalti, pajak, iuran tetap, dan pungutan resmi lainnya.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved