Berita NTB

NTB Terancam Tak Kebagian DAK Fisik dari Pemerintah Pusat, Kenapa?

DAK fisik NTB tahun 2025 hampir tidak ada alokasi, padahal tahun lalu masih ada sekitar Rp101 miliar

Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Wahyu Widiyantoro
TRIBUNLOMBOK.COM/ROBBY FIRMANSYAH
DAK FISIK - Tampak depan Kantor Gubernur NTB, Selasa (25/3/2025). DAK fisik NTB tahun 2025 hampir tidak ada alokasi, padahal tahun lalu masih ada sekitar Rp101 miliar. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) bersiap menghadapi penurunan Dana Transfer ke Daerah (TKD) tahun anggaran 2026. 

Berdasarkan surat dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan RI, nilai TKD untuk NTB diproyeksikan turun sekitar Rp1 triliun.

Plt. Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) Provinsi NTB Fathurrahman, mengungkapkan alokasi TKD NTB berkurang dari Rp3,4 triliun pada 2025 menjadi Rp2,4 triliun pada 2026.

“Secara surat dari DJPK, sekitar Rp1 triliun lebih penurunannya,” ungkap Fathurrahman, Selasa (7/10/2025).

Menurutnya, penurunan terjadi hampir di semua pos transfer, seperti Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik.

Baca juga: Hak Interpelasi DPRD NTB Soal DAK 2024 Akan Diajukan pada Rapat Paripurna

Sementara DAK nonfisik justru mengalami sedikit peningkatan karena penyesuaian pada pos tertentu.

“Kalau DAK fisik tahun ini hampir tidak ada alokasi, padahal tahun lalu masih ada sekitar Rp101 miliar,” tambahnya.

Meski belum final, Fathurrahman menegaskan bahwa pemerintah daerah masih menunggu keputusan resmi melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan menetapkan besaran definitif TKD 2026.

“Tentu kita masih menunggu PMK. Saat ini baru surat dari Kemenkeu, keputusan finalnya nanti setelah PMK terbit,” jelasnya.

Penurunan TKD ini, kata dia, berpotensi berdampak pada penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) NTB 2026.

Terutama karena tingkat kemandirian fiskal daerah masih tergolong rendah.

“Kalau transfer keuangan daerah berkurang, otomatis kemampuan fiskal kita juga akan menurun. Mengejar angka sebesar itu dari pajak dan retribusi daerah tentu sangat sulit karena nilainya bermain di triliunan,” katanya.

Mantan PJ Sekda ini menambahkan, kebijakan pemotongan TKD ini tidak hanya terjadi di NTB, tetapi hampir di seluruh provinsi di Indonesia. 

Pihaknya berharap ada langkah bersama dari pemerintah daerah se-Indonesia untuk menyikapi kondisi tersebut.

“Kita berharap nanti ada forum gubernur se-Indonesia untuk membahas persoalan ini, karena dampaknya cukup besar terhadap kemampuan fiskal daerah,” tuturnya.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved