Berita NTB

Tuntut Penyelesaian Sengketa TORA hingga Lingkungan, Warga NTB Gelar Hearing di Kantor Gubernur

Salah satu pokok bahasan utama adalah perjuangan 520 Kepala Keluarga (KK) yang masih mempertahankan hak atas tanah di Karang Sidemen.

Penulis: Rozi Anwar | Editor: Idham Khalid
Dok. Istimewa
LINGKUNGAN - Walhi NTB bersama warga dari berbagai wilayah di Nusa Tenggara Barat (NTB) mendatangi Kantor Gubernur NTB dalam agenda rapat dengar pendapat (hearing) di Gedung Sangkareang Pemprov NTB, Senin (29/9/2025).  

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nusa Tenggara Barat (NTB) bersama sejumlah warga menggelar audiensi penting di Kantor Gubernur NTB, Senin (29/9/2025).

Mereka menyuarakan tiga isu strategis yang berdampak luas terhadap masyarakat dan lingkungan. Sayangnya, audiensi ini tidak dihadiri langsung oleh Gubernur NTB, sehingga memicu kekecewaan dari WALHI dan masyarakat yang hadir dari berbagai daerah di provinsi ini.

Dalam forum dengar pendapat yang dipimpin oleh Asisten I Setda Provinsi NTB, WALHI menyoroti tiga isu utama: konflik agraria yang melibatkan 520 Kepala Keluarga (KK) dalam skema Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), krisis tata kelola pariwisata dan lingkungan di Desa Gili Indah, serta dampak buruk tambang ilegal dan rencana Izin Pertambangan Rakyat (IPR) terhadap lingkungan dan mitigasi bencana.

Direktur WALHI NTB, Amri Nuyadin mengungkapkan kekecewaannya atas ketidakhadiran Gubernur NTB dalam forum yang telah dipersiapkan sejak lama.

"Jujur, kemarin kami sudah mempersiapkan perwakilan dari seluruh wilayah. Kami dijanjikan bertemu langsung dengan Gubernur,” tegas Amri.

Pihaknya sangat menyayangkan ada genda lain Gubernur, sehingga memaksakan harus membuat agenda ulang pertemuan.

“Kami menunggu reschedule dari Gubernur, kami meminta minggu ini. Apabila minggu ini kami tidak bisa bertemu, maka kami akan datang bersama seluruh rakyat yang menginginkan kepastian itu untuk kemudian langsung bisa bertemu dengan Gubernur,” tegas Amri.

Salah satu pokok bahasan utama adalah perjuangan 520 Kepala Keluarga (KK) yang masih mempertahankan hak atas tanah yang kini diklaim oleh pihak perusahaan PT Tresno Kenangan.

Sengketa ini masuk dalam daftar TORA dan telah diproses hingga ke tingkat Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Provinsi.

Baca juga: Walhi NTB Soroti Lambatnya Progres Menuju Net Zero Emission 2050, PLTU Batu Bara Masih Jadi Andalan

Dalam forum tersebut, Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah menjelaskan bahwa konflik tanah yang kini masuk dalam mekanisme TORA terakhir dibahas bersama Tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) pada 24 Juni 2025.

Dalam pertemuan itu, masyarakat disebut menolak keberadaan perusahaan, namun menerima rencana pembangunan fasilitas umum (fasum) dan sosial (fasos) oleh pemerintah di lokasi tersebut.

Selain itu, Kepala Dinas ESDM NTB, Syamsudin yang turut menemui perwakilan warga. Ia menyampaikan bahwa dari 61 lokasi tambang rakyat (IPR) yang diusulkan berdasarkan Kepmen ESDM No. 89 Tahun 2022, hanya 16 yang telah memiliki dokumen pengelolaan, dan baru satu lokasi seluas 2 hektar yang mulai diproses lebih lanjut.

"Kami sedang menyiapkan Perda tentang tata kelola tambang rakyat. Konsepnya akan dibuka untuk masukan dari WALHI dan masyarakat agar aspek lingkungan tetap terjaga, namun juga bermanfaat untuk warga," katanya.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved