Opini

Taman Budaya NTB yang Malang dan Terbelakang

Taman Budaya NTB memikul mandat ganda yang esensial. Lembaga tersebut adalah benteng preservasi sekaligus inkubator inovasi.

Editor: Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM/DZUL FIKRI
Salman Faris. Penulis adalah dosen Universiti Pendidikan Sultan Idris (UPSI) Malaysia dan pengarang novel "Tuan Guru". 

Baik di legislatif maupun eksekutif, terdapat defisit literasi teknis yang akut. Mereka tidak memiliki kerangka konseptual untuk memahami urgensi pengembangan teknologi kesenian. 

Mereka juga buta huruf dalam menerima pentingnya teknologi dalam pemajuan kebudayaan. 

Sudah pasti, mereka tidak dapat membedakan antara lampu sebagai alat penerangan dan instrumen pencahayaan sebagai alat artistik presisi. 

Mereka tidak memahami bahwa kalkulasi beban kelistrikan dan rekayasa mekanis adalah prasyarat keselamatan yang tidak dapat ditawar, bukan sekadar keperluan praktis yang tidak perlu.

3) Miskinnya Sumber Daya Manusia (SDM). 

Ini adalah jantung dari kemalangan. Bahkan jika kita secara ajaib menghibahkan peralatan canggih hari ini, siapa yang akan mengoperasikannya? Siapa yang memiliki kompetensi kognitif untuk melakukan pencarian dan perbaikan masalah (troubleshooting) alur sinyal DMX, atau menghitung rasio gearbox yang tepat untuk sebuah motor yang menggerakan teknologi panggung? 

Standar profesional menuntut seorang praktisi yang bekerja dengan pengetahuan mendalam (kognitif), seorang insinyur-arsitek sekaligus seniman yang mampu berpikir, menghitung, dan mendiagnosis. 

Taman Budaya NTB gagal total menciptakan kader ini sehingga terjebak dalam lingkaran setan yakni teknologi primitif menarik SDM berkualitas rendah, yang kemudian membenarkan ketiadaan anggaran untuk teknologi baru.

Taman Budaya NTB, dalam kondisinya saat ini, adalah sebuah anomali yang gagal. Institusi ini gagal sebagai laboratorium inovasi pekerja kreatif, gagal sebagai fasilitator profesionalisme talenta muda kreatif NTB, dan gagal sebagai pelindung keselamatan bagi pekerja kreatif yang dinaunginya.

Institusi ini hanya berfungsi sebagai monumen hidup bagi stagnasi birokrasi dan kemiskinan intelektual.

Karena itu, saya kembali pada kesimpulan yang sama dengan yang telah saya sampaikan puluhan tahun yang lalu (baca tulisan saya yang berjudul Taman Budaya NTB: Bubarkan Saja, yang diterbitkan Lombok Pos pada tahun 2013). 

Daripada membiarkan institusi ini terus-menerus bergerak dalam kemalangan dan keterbelakangan, dan tak henti-henti memberikan ilusi kemajuan kesenian dan kebudayaan yang memabukkan, Taman Budaya NTB lebih baik dibubarkan. 

Keberadaannya dalam kondisi teknologi yang primitif dan tanpa harapan ini lebih merupakan penghinaan terhadap marwah kesenian dan harkat kebudayaan itu sendiri.


Malaysia, 7 November 2025

Catatan: Baca buku: Stage Lighting: The Technicians' Guide yang ditulis oleh Skip Mort dan Mechanical Design for the Stage oleh Alan Hendrickson.

Sumber: Tribun Lombok
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved