Berita Mataram

Jerit Pedagang 'Thrifting' di Kota Mataram di Bawah Bayang-bayang Larangan Impor

Kenaikan omzet pedagang pakaian bekas di Mataram tidak berarti apa-apa setelah muncul kebijakan larangan Menkeu Purbaya

TribunLombok.com/Ahmad Wawan Sugandika
PAKAIAN BEKAS - Suasana jual beli pakaian thrifting di Pasar Karang Sukun, Mataram, Jumat (21/11/2025). Kenaikan omzet pedagang pakaian bekas di Mataram tidak berarti apa-apa setelah muncul kebijakan larangan Menkeu Purbaya. 
Ringkasan Berita:
  • Pedagang pakaian bekas di Mataram terdampak kebijakan baru Menkeu Purbaya
  • Penggantian jenis dagangan ke produk UMKM dinilai akan menurunkan potensi pendapatan

 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Ahmad Wawan Sugandika

TRIBUNLOMBOK.COM, KOTA MATARAM - Di sudut remang-remang Pasar Karang Sukun, Kota Mataram, aroma khas kain lama dan debu menjadi napas sehari-hari Ida. 

Ida merupakan salah satu pedagang baju bekas atau pedagang thrifting

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bertekad keras menyetop impor pakaian bekas.

Bagi Ida, kabar itu bagaikan palu godam yang menghantam satu-satunya tiang penyangga hidupnya.

"Semoga nggak diberhentikan ya," lirih Ida dengan mata menerawang menatap tumpukan kemeja dan celana yang tergantung rapat, Jumat (21/11/2025).

Baca juga: Pedagang Baju Bekas di Lombok Timur Protes Larangan Impor Thrifting: Jangan Tutup Usaha Kecil

"Kita hanya punya usaha di sini saja. Kalau pengiriman bakal ditutup, kita mau kerja apa lagi? Sumber penghasilan kita hanya dari sini,” sambungnya.

Ia masih ingat masa-masa keemasan sebelum gempa Lombok dan sebelum pandemi COVID-19.

Setiap hari, Ida bisa tersenyum lebar karena dagangannya laku keras, modal kembali, bahkan untung bisa mencapai jutaan rupiah. 

"Sekarang, sudah sepi. Kalau lagi sepi bisa dapat Rp 100 ribu. Kalau hujan besar, kadang zonk, nggak ada pembeli sama sekali," ujarnya dengan nada putus asa.

Sambil menata kembali tumpukan karung bal bekas, Ida hanya bisa berharap cemas. 

Ia tahu, di mata pemerintah, pakaian bekas adalah barang ilegal. 

Tetapi di matanya dan pedagang kecil lainnya, pakaian bekas merupakan pengantar rezeki.

"Setiap ganti pemerintah, pasti ada saja isu-isu seperti ini. Tapi semoga saja tidak jadi ya,” katanya, berusaha menenangkan diri. 

Ganti Pemerintah Ganti Kebijakan

Keputusasaan yang sama juga mencekik Nurhayati, pedagang lain di pasar itu. 

Baginya, kebijakan yang didengungkan Menteri Purbaya terasa jauh dan tidak memihak.

"Kalau pemerintah mau bayarin biaya anak kita sekolah, mau-mau saja (kalau misal dilarang jualan lagi)," ujar Nurhayati dengan nada menantang.

"Tapi kalau tidak, dan akhirnya tutup, bagaimana usaha kita?,” tanyanya lagi.

Bagi mereka, janji pemerintah untuk mengganti barang impor dengan produk UMKM dalam negeri terasa seperti janji di atas angin. 

Bisnis thrifting mereka bukan hanya soal untung, melainkan tentang bertahan hidup, tentang biaya sekolah anak, dan tentang mengisi perut di Mataram.

Saat Menteri Keuangan berjanji menindak tegas importir, memenjarakan pelaku, dan mendenda, Nurhayati hanya bisa memendam harap.

Seharusnya, kata Nurhayati, importir besar yang harus ditindak bukan pedagang kecil sepertinya. 

Dia berharap, di balik tegasnya kebijakan yang mengejar barang ilegal, pemerintah mau melihat sisi kemanusiaan.

Bahwa pakaian bekas itu adalah sumber mata pencarian bagi sebagian masyarakat. 

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved