TPA Kebon Kongok Batasi Angkutan Sampah dari Kota Mataram, Sampah Organik Basah Dilarang Masuk

Kota Mataram harus menanggung beban lonjakan 30 ritase sampah yang setara dengan 60 hingga 80 ton

TribunLombok.com/Ahmad Wawan Sugandika
TUMPUKAN SAMPAH - Tumpukan sampah di TPS Sandubaya dekat kompleks Bulog Mandalika, Kecamatan Sandubaya, Kota Mataram, Selasa (18/11/2025). Kota Mataram harus menanggung beban lonjakan 30 ritase sampah yang setara dengan 60 hingga 80 ton. 

Ringkasan Berita:
  • Mulai 24 November 2025, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kebon Kongok di Lombok Barat membatasi pasokan sampah dari Mataram
  • Kota Mataram harus menanggung beban lonjakan 30 ritase sampah yang setara dengan 60 hingga 80 ton

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Ahmad Wawan Sugandika

TRIBUNLOMBOK.COM, KOTA MATARAM - Pemerintah Kota (Pemkot) Mataram kembali dihadapkan pada krisis pengelolaan sampah.

Mulai 24 November 2025, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kebon Kongok di Lombok Barat membatasi pasokan sampah dari Mataram hanya menjadi 70 ritase per hari. 

Dengan kata lain, Kota Mataram harus menanggung beban lonjakan 30 ritase sampah yang setara dengan 60 hingga 80 ton yang kini tak memiliki tempat pembuangan.

Pembatasan ini bukan sekadar masalah volume, namun juga disertai larangan keras terhadap sampah sisa makanan atau organik basah bagi seluruh pengangkut mandiri, seperti hotel, dan restoran.

“Dari 100 ritase normalnya sehari, kita dibatasi menjadi 70 ritase. Ada 30 ritase yang tidak bisa kita buang ke TPA,” ucap Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram, Nizar Denny Cahyadi, Jumat (21/11/2025). 

Baca juga: Lombok Barat Darurat Sampah Nasional, DLH Minta Kementerian Beri Perhatian Ekstra

“Ini yang harus kita cari solusinya. Sekitar 60-80 ton sampah yang tidak bisa kita buang (besok),” tambahnya.

Kebijakan paling menohok datang dari jenis sampah yang diizinkan. 

TPA Kebon Kongok kini hanya menerima sampah organik kering seperti daun, ranting, rumput dan sampah non organik seperti plastik, logam, kaca, kertas.

Yang paling terpukul adalah pihak ketiga atau pengangkut sampah mandiri seperti industri perhotelan dan kuliner yang kini harus mencari solusi mandiri untuk tumpukan sampah sisa makanan.

Denny menyebut, larangan ini secara eksplisit menyasar pihak yang tidak menggunakan jasa pengangkutan pemerintah.

Satu-satunya harapan Kota Mataram tertuju pada percepatan pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Kebon Talo.

Sebelumnya, Sekda Kota Mataram, Lalu Alwan Basri, memastikan fasilitas senilai Rp 80-90 miliar dari Kementerian PUPR segera terealisasi.

“Harapan kita awal tahun. Karena proposal kita juga sudah masuk. Monitoring sampai kunjungan juga sudah dilakukan,” ujar Alwan.

Dia menekankan urgensi pembangunan TPST Kebon Talo untuk menanggulangi volume sampah Mataram yang terus meningkat.

Pembangunan TPST Kebon Talo diharapkan dapat selesai dan langsung beroperasi pada 2026.

Untuk saat ini, DLH Mataram harus berpacu dengan waktu untuk mencegah 30 ritase sampah harian itu meluap di jalanan kota.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved