Berita NTB

Balai TNGR Tanggapi Aksi Penolakan Seaplane dan Glamping di Gunung Rinjani

Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) menanggapi aksi demonstrasi yang dilakukan oleh para pecinta alam se-Nusa Tenggara Barat (NTB)

Penulis: Rozi Anwar | Editor: Laelatunniam
Dok.Istimewa
PENOLAKAN SEAPLANE - Sejumlah pendaki melintas di Danau Segara Anak saat mendaki di Gunung Rinjani. Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) menanggapi aksi demonstrasi yang dilakukan oleh para pecinta alam se-Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Rabu (9/7/2025). 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Rozi Anwar

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR – Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) menanggapi aksi demonstrasi yang dilakukan oleh para pecinta alam se-Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Rabu (9/7/2025).

Aksi demonstrasi yang digelar di depan kantor Balai TNGR tersebut bertujuan menolak rencana pembangunan seaplane dan glamping di kawasan Gunung Rinjani.

"Saya anggap aksi teman-teman itu merupakan kepedulian terhadap lingkungan Gunung Rinjani," kata kepala Balai TNGR Yarman saat dihubungi pada Sabtu (12/7/2025).

Yarman menyampaikan, perusahaan yang berencana membangun seaplane dan glamping tersebut saat ini masih dalam proses pengurusan izin lingkungan dan tengah melakukan sejumlah kajian.

"Dalam izin lingkungan itu ada proses sosialisasi dengan mendengar pendapat dari masyarakat," ujarnya.

Ia menambahkan, hingga saat ini pihaknya telah menyampaikan protes dan penolakan terhadap rencana pengoperasian seaplane dan glamping tersebut.

"Kami sudah sampaikan 6 tuntutan itu kepada menteri kehutanan dan harus menggunakan prosedural, tuntutan itu juga menjadi catatan bagi kementerian kehutanan," pungkasnya.

Enam Tuntutan Utama Massa Aksi:

1. Segera hentikan dan batalkan permanen rencana pembangunan proyek sea glamping dan seaplane di TNGR, termasuk segala bentuk investasi pariwisata yang berpotensi merusak ekosistem, kualitas air, dan integritas kawasan inti TNGR yang sudah sangat rapuh.

2. Evaluasi dan audit total tata kelola TNGR, termasuk zonasi, pendapatan, SOP keselamatan, dan transparansi alokasi dana untuk masyarakat penyangga. Kami menuntut agar hasil audit tersebut dipublikasikan secara terbuka, guna memastikan bahwa pengelolaan TNGR sejalan dengan prinsip keberlanjutan.

3. Lindungi Danau Segara Anak sebagai ruang spiritual dan ekologi, bukan sebagai landasan pesawat atau objek komersial. Danau Segara Anak adalah bagian dari warisan budaya dan spiritual masyarakat Suku Sasak yang tidak boleh dijadikan lahan investasi jangka pendek.

4. Publikasikan secara penuh pendapatan dan alokasi dana yang diterima oleh TNGR dari segala bentuk kegiatan pariwisata dan pengelolaan kawasan. Kami mendesak agar transparansi anggaran tersebut diperlihatkan kepada publik, agar masyarakat dapat mengetahui secara jelas bagaimana dana tersebut digunakan.

5. Transparansi dan revisi zonasi TNGR dengan pendekatan ilmiah yang independen dan partisipatif, yang melibatkan masyarakat lokal, akademisi, serta aktivis lingkungan. Zonasi yang ada seharusnya tidak hanya berpihak pada kepentingan industri pariwisata, tetapi juga pada pelestarian lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat lokal.

6. Evaluasi seluruh izin pariwisata yang dikeluarkan di kawasan TNGR, termasuk izin untuk warung, ojek, guide, porter, dan operator trekking (TO). Kami mendesak agar seluruh izin tersebut diperiksa kembali dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap ekosistem dan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat setempat.

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved