Opini
Perang, Uang, dan Muslihat Propaganda
Propaganda dan manipulasi opini publik adalah sinonim yang sama untuk kebohongan
Patut dicatat bahwa, sampai dengan Juni 2025, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) yang dipimpin Rafael Mariano Grossi menyebutkan Iran masih jauh dari kapasitas untuk membuat senjata nuklir secara sistematis. Pada bulan Maret 2025, Tulsi Gabbard, Direktur Intelijen Nasional AS, menyatakan di hadapan Kongres bahwa Iran tidak sedang membangun senjata nuklir dan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, belum mengizinkan dimulainya kembali program nuklir yang dihentikan pada tahun 2003.
Sebaliknya, semua orang tahu, Israel memiliki sedikitnya sembilan bom nuklir. Dan sampai saat ini ia tidak mau menandatangani “kesepakatan nuklir” dengan Badan Energi Atom Internasional. Karena itu, Israel sebenarnya berdiri sejajar dengan delapan negara penunggang hari kiamat lainnya. Bahkan, atas apa yang pernah dilakukan di Palestina lebih dari setengah abad, Israel layak disebut sebagai negara peniup terompet sangkakala. Tapi, Israil adalah Israel, saudara dekat “Paman kita”. Tanpa Paman kita yang selalu di sampingnya, Israel bukan apa-apa.
Dalam jajak pendapat terhadap warga Amerika pada 13–16 Juni, 60 persen warga menolak Amerika terlibat dalam perang Israel-Iran. Bahkan, 53 persen dari Partai Republik juga menolak. Pulang dengan tangan kosong dari perang panjang di Timur Tengah selama kurang lebih dua abad, membuka mata rakyatnya: perang adalah bisnis para elite politik dan pengorbanan bagi prajurit-rendahan.
Lagipula, jika Amerika turun tangan, Kremlin dan Beijing kemungkinan akan terseret arus. Jangan salah, di tengah terpaan embargo ekonomi yang diterima Iran selama bertahun-tahun, Iran membangun kerjasama ekonomi yang cukup intens dengan Rusia dan Cina. Ikatan itu bahkan diresmikan dalam keikutsertaan Iran dalam BRICS pada 1 Januari 2024 pada KTT BRICS ke-15 di Johannesburg, Afrika Selatan. Iran tahu dirinya melarat karena embargo berkepanjangan. Karena itu, ia hanya bisa membangun harga diri.
Kenyataan bahwa Iran sudah bergabung dengan BRICS seharusnya dapat membuat Amerika berhitung ulang. Netanyahu boleh meraung minta tolong tapi Trump pun tak perlu gegabah. Logikanya demikian. Tapi, di luar dugaan, diam-diam, tanpa persetujuan Kongres Amerika, tidak sampai dua minggu sejak ultimatum dilontarkan Trump, pesawat siluman Amerika membombardir situs-situs nuklir Iran, mulai dari Frodo, Natanz, dan Isfahan.
Usai pengeboman, Donald Trump memuji-muji keberhasilannya. Pada saat yang sama, ia mengatakan sudah saatnya untuk berdamai. Anda baru meninju muka lawan dan langsung minta salaman. Ia lupa, sejumlah bom yang dilepaskan pesawat AS ke situs nuklir Iran bukanlah akhir. Sebaliknya, itu adalah detik jarum jam kiamat dunia yang semakin dekat. Trump secara terang-terang telah mengajak semua negara berdiri di tepi jurang perang dunia ketiga dengan membuka gerbang neraka berikutnya.
Dmitry Medvedev, Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, menyatakan bahwa serangan tersebut menandai dimulainya eskalasi berbahaya dan memperingatkan bahwa negara-negara lain mungkin bersedia memberikan senjata nuklir kepada Iran sebagai respons. Apalagi, diketahui salah satu situs nuklir Iran, sedikitnya terdapat sekitar 300 ilmuwan Rusia yang bekerja. China pun mengutuk keras langkah AS terhadap fasilitas nuklir Iran yang berada di bawah pengawasan Badan Energi Atom Internasional.
Kutukan yang keras juga datang dari kalangan internal; di antaranya oleh Bernie Sanders, politisi demokrat berhaluan sosialis. Di atas podium yang bertuliskan ”Lawan Oligarki”, berlatar bendera Amerika, di depan penduduk Tulsa, Oklahoma, ia berteriak, “Kita tidak butuh lagi perang, kita tidak perlu lagi membiayai perang”. Komentar ini masuk akal mengingat ada 771.480 orang di Amerika Serikat mengalami tunawisma, jumlah pengangguran mencapai 7,2 juta orang, dan 700.000 orang diputus asuransi kesehatannya.
Trump tentu tidak lupa bahwa ia pernah mencemooh George Bush. Menurutnya, aksi perang terhadap Irak pada 2003 sebagai keputusan yang bodoh seorang pemimpin. Hal ini ia sampaikan berkali-kali. Ketika ia mencalonkan diri jadi presiden pada periode 2016, ia pun melontarkan hal yang sama. Tapi, mengapa tiba-tiba Trump menjadi ceroboh dan melempar bom di situs nuklir Iran? Aturan main di dalam politik—apalagi dalam politik global— tidak selalu datang dari preferensi perorangan, apalagi untuk presiden macam Trump. Dalam politik, agen manusia langsung lenyap. Yang ada adalah struktur yang dikendalikan uang.
Bayangkan diri Anda sebagai seorang presiden yang tangguh, yang baru saja menang pemilu, yang ingin menggantung semua orang yang memagari laut merah. Tapi, pada saat yang sama, kaki dan tangan Anda tidak bisa bergerak ketika Anda sendiri tidak tahu dari mana Anda mendapatkan uang untuk memenangkan pemilu.
Politik dan uang adalah senyawa yang dapat mengubah segalanya. Dengan begitu, perang pun dapat terlihat masuk akal. Cukup dengan satu muslihat kebohongan yang datang dari para pebisnis perang, spesies manusia tak perlu menunggu matahari terbit dari barat untuk mengakhiri sejarahnya untuk sama-sama menuju padang mahsyar.
Jika Trump dan Netanyahu dapat bertahan dalam kapsul waktu, kelak, mereka dapat membangun bisnis film-kiamat yang dapat ditonton oleh dinosaurus—jutaan tahun lagi—ketika bumi kembali bermula dari zaman batu.
Tantangan Utama Gubernur Iqbal dari Bangsa Sasak Sendiri |
![]() |
---|
Masnun Tahir: Antara UIN Mataram dan NU NTB |
![]() |
---|
Merawat Kebersamaan Tanpa Unjuk Rasa, MotoGP Wajah Indonesia dari NTB untuk Dunia |
![]() |
---|
Hultah NWDI: Warisan Spiritualitas dan Kebersamaan |
![]() |
---|
Refleksi Pelantikan PW NU NTB: Mengikat Ukhuwah, Menata Masa Depan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.