Opini
Teori Melankolia Musik Sasak, Suara dari Lula Kutural
Hans Eysenck (1982), melalui teori dimensi kepribadiannya, memosisikan tipe melankolis dalam kuadran introver dan neurotik.
Oleh karena itu perlu diajukan sebuah kerangka teoretis yang mampu menjelaskan bagaimana dan mengapa melankolia menjadi pusat gravitasi dalam dunia musik tradisional Sasak.
Teori melankolia musik Sasak yang dikembangkan dalam tulisan ini berangkat dari pemahaman bahwa ekspresi artistik dalam bentuk musik merekam pengalaman sosial kolektif masyarakat yang mengalami luka kultural dalam waktu panjang.
Luka kultural adalah istilah yang mengacu pada kondisi retakan dalam identitas kolektif yang disebabkan oleh dominasi historis, marginalisasi struktural, dan kekalahan simbolik dalam relasi kuasa sosial budaya.
Dalam hal ini masyarakat Sasak memikul beban sejarah panjang yang ditandai oleh subordinasi di bawah kekuasaan luar baik dari Bali, kolonialisme Belanda, hingga struktur nasional pasca kemerdekaan yang menjadikan mereka sebagai pinggiran dalam tatanan pembangunan modern.
Subordinasi ini tidak hanya bersifat politik atau ekonomi, tetapi merembes sampai ke dalam dimensi simbolik yang membuat identitas Sasak dipertanyakan, nilai-nilai budaya mereka dikesampingkan, dan bahasa serta ekspresi estetik mereka terpinggirkan dalam wacana kebudayaan nasional.
Dalam konteks ini musik Sasak menjadi wadah tempat semua luka tersebut disublimasi. Ia tidak hadir sebagai protes langsung melainkan sebagai ratapan yang tidak selesai.
Ratapan itu hadir dalam bentuk tangga nada minor, tempo lambat, dan pengulangan motif melodi yang mengandung kesan mendayu.
Dalam musik gamelan tradisional Sasak, dalam tembang tembang pengiring ritual dan upacara lainnya, atau bahkan dalam nyanyian rakyat sehari hari, struktur musikal yang digunakan selalu cenderung ke arah meditatif, merunduk, dan menahan.
Tidak ada klimaks yang menggelegar atau kegembiraan yang tumpah ruah. Yang ada hanyalah kegetiran yang dipelihara dengan lembut, seolah masyarakat Sasak menyimpan luka yang tidak ingin disembuhkan melainkan ingin terus diingat.
Ini adalah bentuk khas dari melankolia yaitu kesedihan yang tidak mencari penghiburan tetapi justru mempertahankan rasa duka sebagai bagian dari memori kolektif.
Melankolia ini juga dapat dijelaskan melalui pendekatan psikologi kultural yang menyatakan bahwa masyarakat yang mengalami kehilangan simbolik akan menyalurkan emosi mereka melalui representasi artistik.
Kehilangan simbolik yang dimaksud di sini bukan hanya tentang hilangnya teritori atau kekuasaan, tetapi lebih dalam lagi tentang kehilangan rasa memiliki atas sejarah dan identitas.
Musik sebagai bentuk seni yang paling purba dan paling dekat dengan tubuh menjadi medium untuk menyimpan dan menyuarakan kehilangan tersebut.
Dalam hal ini musik Sasak tidak hanya berfungsi sebagai media rekreasi, tidak hanya berkedudukan sebagai medan kontemplasi, tetapi sebagai media pelestarian kesedihan.
Ia adalah arsip bunyi dari luka yang terus hidup dalam kesadaran kolektif masyarakat Sasak. Melalui nada-nada itu masyarakat Sasak secara tidak sadar sedang menjaga sejarah mereka sendiri agar tidak terlupakan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.