Opini

Di Mana Pariwisata NTB Mendunia Seharusnya Berpijak

Menghapus atau mengabaikan kearifan ini demi logika industri pariwisata yang seragam (global tourism) berarti memutus akar kemanusiaan itu sendiri.

Editor: Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM/DZUL FIKRI
Salam Faris. Ia merupakan dosen Universiti Pendidikan Sultan Idris (UPSI) Malaysia dan pengarang novel "Perempuan Rusuk Dua" 

 Oleh: Salman Faris*

Tulisan ini berangkat dari setidaknya tiga isu atau persoalan penting. Kenyataan bahwa pembangunan pariwisata di Nusa Tenggara Barat (NTB) hingga kini belum sepenuhnya berhasil dalam mendongkrak kesejahteraan masyarakat lokal. 

Dan adanya potensi besar pariwisata NTB memberangus kearifan lokal bahkan masyarakat lokal itu sendiri. 

Selain itu, yang tak kalah penting adalah sudah munculnya gelombang permisivisme perilaku turis oleh masyarakat lokal yang kelak akan berdampak pada konflik sosial yang tak terduga. 

Untuk sementara ini, dapat dilihat bagaimana susahnya Bali mengatur perilaku turis yang arogan, yang kelak jika sudah tidak dapat dikendalikan, situasi di Lombok bukan tak mungkin jauh lebih mengerikan dibandingkan Bali saat ini. 

Meskipun NTB dikenal memiliki kekayaan alam dan budaya yang luar biasa, kenyataannya potensi tersebut belum dikelola secara optimal dan berpihak pada kepentingan masyarakat setempat. 

Banyak program pariwisata yang terjebak pada pola pembangunan dari atas ke bawah (top-down), yang lebih mengutamakan investasi dan pertumbuhan ekonomi makro, sementara kesejahteraan sosial, keberlanjutan budaya, dan pemberdayaan masyarakat lokal justru terabaikan. 

Dengan kata lain, ketimpangan ekonomi, degradasi budaya dan permisivisme merupakan ancaman yang ditimbulkan pariwisata NTB.

Untuk itu, tulisan ini menawarkan empat konsep utama sebagai dasar pijakan pembangunan pariwisata NTB yang lebih berdaulat secara kultural dan berkelanjutan secara sosial-ekonomi. 

Keempat konsep tersebut adalah kearifan lokal, inovasi, invensi, serta adaptasi waktu ke waktu. Keempat konsep tersebut saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam kerangka pembangunan yang berakar kuat pada realitas budaya, agama dan masyarakat lokal. 

Namun, tulisan ini ingin mengeaskan bahwa kearifan lokal diposisikan sebagai fondasi utama, sebab di sanalah terletak sumber daya kultural yang paling otentik, yang mampu memberi arah bagi inovasi, inensi maupun adaptasi ke depan.

Harus jujur kita akui, di tengah capaian statistik yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, sejatinya pariwisata NTB berdiri di persimpangan antara kekayaan lokal dan hasrat untuk maju. 

Wilayah ini diberkahi dengan sumber daya alam (SDA) yang memesona dan sumber daya manusia (SDM) yang kaya dengan kearifan lokal. Namun, dalam kenyataan pembangunan pariwisata yang ada, terlihat ketimpangan antara dasar pijakan dan arah tujuan. 

Tujuan pembangunan pariwisata, sebagaimana sering dideklarasikan dalam dokumen perencanaan dan retorika kebijakan adalah untuk memberdayakan, menyejahterakan, memperkuat identitas dan ekonomi lokal. 

Tetapi kenyataan di lapangan memperlihatkan bahwa dasar pengembangan pariwisata NTB masih lemah karena tidak berpijak kokoh pada potensi internal daerah, terutama pada kekuatan kulturalnya sendiri. 

Halaman
1234
Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved