Opini
Tuan Rumah PON 2028 dan Jalan Menuju NTB Lebih Maju
PON tidak boleh menjadi beban, melainkan investasi jangka panjang. Untuk itu, pendekatan kolaboratif harus dikedepankan.
Oleh: H Ahsanul Khalik
Pekan Olahraga Nasional (PON) XXII tahun 2028 yang rencananya akan digelar di dua provinsi, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Bukan sekedar ajang olahraga. Ini adalah momentum strategis untuk mengakselerasi pembangunan dan memperkuat posisi NTB dalam peta nasional, baik dari sisi sosial, ekonomi, politik, maupun budaya.
Karena itu, penting bagi kita sebagai masyarakat NTB untuk menyambut dan mendukung penyelenggaraan PON ini dengan perencanaan matang, semangat gotong royong, dan kalkulasi anggaran yang realistis.
Pengalaman penyelenggaraan PON sebelumnya memberikan gambaran jelas bahwa PON mampu menjadi motor penggerak percepatan pembangunan. Lihatlah Papua yang sukses menjadi tuan rumah PON XX tahun 2021.
Dengan dukungan pusat dan kerja keras daerah, Papua mampu membangun berbagai venue bertaraf nasional yang kini digunakan untuk pembinaan atlet dan kegiatan sosial. Demikian pula Aceh dan Sumatera Utara yang telah menjadi tuan rumah bersama PON XXI tahun 2024, dengan dukungan penuh dari pemerintah pusat dan swasta.
Untuk memberikan gambaran yang lebih konkret, berikut adalah perbandingan anggaran penyelenggaraan PON sebelumnya, PON XX tahun 2021 di Papua dengan total anggaran sebesar Rp 10,42 triliun, bersumber dari APBN dan APBD Papua.
Sementara PON XXI tahun 2024 di Aceh dan Sumut dengan total anggaran sebesar Rp3,94 triliun bersumber dari APBN dan APBD Aceh dan Sumut.
Melihat angka tersebut, maka estimasi kebutuhan anggaran untuk PON XXII di NTB dan NTT diperkirakan berada di kisaran Rp6 triliun sampai Rp8 triliun, tergantung jumlah venue yang dibangun baru, fasilitas yang diperbaiki, serta besaran partisipasi pihak ketiga.
Apabila NTB dan NTT mengambil porsi 50 persen dari penyelenggaraan bersama ini, maka NTB dan NTT perlu menyiapkan sekitar Rp3–4 triliun dalam periode 2025–2028.
APBD NTB tahun 2025 tercatat di kisaran Rp5,8 triliun, tentu mustahil jika Rp3–4 triliun dialokasikan hanya untuk PON.
Karena itu, pembiayaan harus dibagi dalam skema multi-sumber. APBN harus menjadi penyangga utama pembangunan infrastruktur dasar, termasuk venue utama, penginapan atlet, dan jalan akses, selanjutnya sponsor dan CSR perusahaan nasional dan lokal bisa didorong untuk terlibat dalam pembiayaan event, promosi, dan logistic.
Kemudian APBD NTB diarahkan untuk penguatan SDM, pembinaan atlet lokal, pelatihan relawan, serta perbaikan fasilitas milik pemda yang akan digunakan sebagai venue.
Jika NTB hanya menanggung sekitar 10–15 persen dari total kebutuhan (yakni sekitar Rp400–600 miliar dibagi dalam 4 tahun), maka beban fiskal akan lebih rasional dan tidak mengganggu prioritas pembangunan lainnya seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar.
NTB tidak memulai dari nol. Kita memiliki infrastruktur dasar yang relatif siap, mulai dari akomodasi hotel berbintang di kawasan pariwisata internasional, transportasi udara dan laut yang terkoneksi, hingga masyarakat yang sudah terbiasa menjadi tuan rumah event nasional maupun internasional seperti MotoGP dan MXGP.
Tantangan Utama Gubernur Iqbal dari Bangsa Sasak Sendiri |
![]() |
---|
Masnun Tahir: Antara UIN Mataram dan NU NTB |
![]() |
---|
Merawat Kebersamaan Tanpa Unjuk Rasa, MotoGP Wajah Indonesia dari NTB untuk Dunia |
![]() |
---|
Hultah NWDI: Warisan Spiritualitas dan Kebersamaan |
![]() |
---|
Refleksi Pelantikan PW NU NTB: Mengikat Ukhuwah, Menata Masa Depan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.