Berita Lombok Timur
Kasus Kekerasan Terhadap Anak di Lombok Timur Tertinggi di NTB, Begini Tanggapan Pemda
Diakui fenomena bullying, kekerasan terhadap anak, bahkan pelecehan seksual juga masih terjadi di tempat umum ataupun lembaga pendidikan
Penulis: Toni Hermawan | Editor: Wahyu Widiyantoro
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Toni Hermawan
TRIBUNLOBOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP2AP2KB) NTB mencatat jumlah kasus kekerasan terhadap anak dalam periode 2021-2024.
Adapun paling banyak terjadi di Lombok Timur yakni 847 kasus disusul Lombok Utara 507 kasus, Lombok Tengah 190, Lombok Barat 300, Kota Mataram 226, Sumbawa 194, Sumbawa Barat 99, Dompu 217, Kabupaten Bima 234, dan Kota Bima 146.
Menanggapi itu, Sekda Lombok Timur Muhammad Juaini Taofik mengakui telah menerima informasi tersebut dan telah melihat dari media sosial.
Dia menilai catatan menjadi pengingat sejumlah pihak untuk meningkatkan atensinya.
"Yang terbesar wajar karena jumlah anak kita besar tapi bukan mewajarkan kejadiannya. Tidak bisa melawannya sendiri, butuh semua pihak," kata Juaini saat ditemui, Selasa (29/4/2025).
Baca juga: Ombudsman NTB Minta Kemenag Serius Tangani Kasus Kekerasan Seksual di Pondok Pesantren
Ia mengakui fenomena bullying, kekerasan terhadap anak, bahkan pelecehan seksual juga masih terjadi di tempat umum ataupun lembaga pendidikan.
Apalagi, kata dia, Lombok Timur memiliki jumlah penduduk terbanyak dari kabupaten/kota yang lain.
"Saya ingat waktu kita vaksin polio anak kita usia 0-7 tahun 220 ribu. Jumlahnya tinggi," sambungnya.
Juaini menegaskan dibutuhkan kerja sama semua pihak dari tingkatan kabupaten hingga desa, dinas pendidikan, dinas ketenagakerjaan untuk memperhatikan pekerja yang masih berusia anak.
"Sehingga persoalan mendasar ini dapat kita atasi bersama," harapnya.
Ia menyebut pememuhan hak-hak anak di Lombok Timur sudah alami kemajuan.
Mulai dari hak hidup dengan angka kematian ibu dan anak sudah mulai ditekan dengan adanya bidan-bidan di tiap desa dan fasilitas kesehatan yang memadai.
Selanjutnya hak untuk tumbuh kembang berupa adanya ruang publik yang ramah anak dengan berbagai fasilitas.
Kemudian hak untuk mendapatkan perlindungan tergambar dengan kebijakan dan regulasi daerah.
Terakhir hak anak mendapatkan partisipasi dengan melibatkan forum anak untuk menyeruakan dan partisipasi dalam pembangunan.
"Mereka tidak sekedar objek pembangunan tapi juga bisa jadi subyek pembangunan," pungkasnya.
(*)
Tradisi Mubir Suro Desa Rempung, Membuat Bubur 'Sakral' dari Puluhan Jenis Biji-bijian |
![]() |
---|
Gotong-royong Warga Desa Rensing Bersihkan Lingkungan untuk Mitigasi Bencana |
![]() |
---|
Tradisi Bejango Desa Anjani: Silaturahmi Sambil Makan Bersama, Diawali dengan Menangkap Ikan |
![]() |
---|
Ritual Ngayu Ayu, Wujud Syukur dan Penghormatan Alam oleh Warga Sembalun |
![]() |
---|
Bupati Lombok Timur Minta Petugas Tidak Menagih Piutang Pajak untuk Orang Miskin |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.