Berita NTB

Pesan Harmoni Tokoh Ormas Islam NTB Jelang Perayaan Natal 2024

Cerminan harmonisasi tampak terlihat jelas di NTB sebagaimana umat Islam dan Hindu di NTB turut menjaga keamanan saat perayaan Natal di Gereja

Editor: Idham Khalid
Dok.Istimewa
Kolase foto dari kiri ke kanan: Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah NTB, Dr. Falahuddin, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (PBNW) TGKH Lalu Gede Muhammad Zainuddin Atsani, dan Sekretaris Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama NTB, Lalu Aksar Ansori 

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Menjelang perayaan Natal, semangat moderasi beragama menjadi topik penting yang digaungkan oleh berbagai tokoh agama di Indonesia. 

Dalam konteks masyarakat plural seperti di Nusa Tenggara Barat (NTB), sikap saling menghormati dan menjaga harmoni antar umat beragama menjadi kunci utama untuk menciptakan kedamaian di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Cerminan harmonisasi tampak terlihat jelas di NTB, bagaimana antar umat beragama saling menjaga. Hal itu dibuktikan saat perayaan hari-hari besar keagamaan. Contohnya umat Islam dan Hindu di NTB turut menjaga keamanan saat perayaan Natal di Gereja.

Pesan Moderasi dari Muhammadiyah NTB

Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah NTB, Dr. Falahuddin, menyampaikan bahwa moderasi beragama adalah kunci untuk menjaga harmoni di tengah keberagaman masyarakat NTB.

“Moderasi beragama tidak hanya relevan saat perayaan Natal, tetapi juga menjadi fondasi bagi kehidupan bermasyarakat. Kita harus terus menguatkan nilai-nilai toleransi dan saling menghormati,” ujar Falahuddin saat diwawancarai di Mataram, Selasa (17/12/2024).

Menurutnya, masyarakat NTB yang mayoritas beragama Islam memiliki tanggung jawab moral untuk menciptakan suasana damai, terutama ketika saudara-saudara umat Kristiani merayakan hari besarnya. 

Hal ini, lanjutnya, sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya menghormati perbedaan, menjaga hubungan baik dengan sesama manusia.

Ditegaskan Falahuddin, Muhammadiyah tidak hanya memahami konteks moderasi beragama hanya sekedar teori, namun jauh sebelumnya, Muhammadiyah telah memperaktikkan harmonisasi keberagamaan itu di sendi-sendi kehidupan sosial masyarakat.

Muhammdiyah telah mendirikan perguruan tinggi Muhammadiyah Kupang di Provinsi NTT, hal itu membuktikan bagaimana Muhammadiyah sebagai Ormas Islam tidak memiliki sekatan membangun hubungan sosial dengan umat Kristiani.

“Saya kira kita sudah final memahami moderasi toleransi. Kami ada Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK), bahkan ini sering diplesetkan Universitas Muhammadiyah Kristen. Artinya ini bentuk kita membangun persaudaaaran antar umat beragama pada bidang muamalah sosial, tanpa harus mengorbankan akidah,” ungkap Falahuddin.

Baca juga: Merawat Semangat Berkurban di Tengah Keberagaman ala Warga Grand Kodya Mataram

Begitu juga di NTB, terdapat Universutas Muhammadiyah Mataram yang tidak sedikit umat Kristiani atau mahasiswa di luar islam yang mengenyam pendidikan di lembaganya. Dengan demikian moderasi di lingkungan Muhammadiyah sangat terjaga dan terawat.

Selain itu ia juga menanggapi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang melarang memberikan ucapan natal kepada umat Kristiani. Menurutnya, hal itu harus diterima, namun bukan lantas menjadi perpecahan di anatara umat beragama. 

“Artinya begini, perbedaan itu bukan harus menjadi sama, kalau sama kan jadinya tidak beragam. Nah inilah esensi dari keberagamaan, merawat harmonisasi di tengah perbedaan yang ada,” kata Falah.

Pesan Damai dari PBNW

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (PBNW) TGKH Lalu Gede Muhammad Zainuddin Atsani, turut memberikan pandangannya mengenai pentingnya moderasi beragama dalam menyambut Natal. Ia menekankan bahwa semangat persatuan harus selalu menjadi prioritas utama.

“Moderasi beragama adalah jembatan yang menghubungkan berbagai perbedaan di tengah masyarakat kita. Dengan saling menghormati, kita bisa hidup berdampingan tanpa mengorbankan identitas masing-masing,” ujar Atsani.

Atsani juga menegaskan bahwa sikap saling menghormati adalah cerminan dari nilai-nilai budaya lokal yang selama ini dijunjung tinggi oleh masyarakat NTB. Menurutnya, masyarakat NTB memiliki tradisi gotong-royong dan toleransi yang menjadi modal utama dalam menjaga kerukunan.

“Kami juga di NW dalam majelis selalu mengingatkan pesan-pesan persatuan perdamaian di tengah umat beragama, apalagi di Kota Mataram sendiri masyarakatnya saat beragam,” kata sambung Atsani.

Selain itu, organisasi keagamaan juga aktif mengadakan kegiatan sosial rembuk bareng bersama lintas tokoh agama. Inisiatif ini dinilai mampu memperkuat rasa kebersamaan dan kepedulian sosial.

Menurutnya, peran pemerintah sejauh ini untuk menjaga harmonisasi sudah begitu bagus, namun kata Atsani pengamanan yang berlebihan saat perayaan hari besar justru menimbulkan persepsi kondusifitas wilayah tidak harmoni.

“Sebenarnya kalau dari saya pribadi soal harmonisasi sudah mengakar. Ini yang perlu dicatat, semisal ada penjagaan keamanan yang berliebihan seolah-olah membuat daerah kita terlihat tidak aman, ya tapi kembali lagi ke pemerintah, kalau kita mengikuti apa yang sudah menjadi ketentuan pemerintah,” kata Atsani.

Meski banyak upaya telah dilakukan, tantangan dalam mewujudkan moderasi beragama di NTB tetap ada. Salah satunya adalah potensi munculnya intoleransi akibat penyebaran informasi yang tidak benar atau hoaks di berbagai platform media sosial.

“Kita harus melawan segala bentuk hoaks yang dapat merusak kerukunan. Pendidikan agama yang moderat juga harus terus digalakkan agar masyarakat dapat memahami pentingnya toleransi, kami dari NW terus mengedukasi anak muda agar bijak bermedia sosial, ” ujar Atsani.

Atsani juga optimis kerukunan umat beragama dengan kepemimpinan baru Presiden Prabowo akan semakin membaik.

“Apalagi dengan visi Asa Cita Presiden Prabowo, dengan salah satu poin misinya mengembangkan SDM. Saya kira ini akan lebih baik lagi bagaimana harmonisasi di Indonesia akan tetap terjaga,” ujar Atsani.

Perspektif NU: Natal sebagai Momen Harmoni

Senada dengan hal tersebut, Sekretaris Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama NTB, Lalu Aksar Ansori menekankan bahwa perayaan Natal seharusnya menjadi momen untuk memperkuat harmoni persaudaraan antar umat beragama. Menurutnya, masyarakat NTB memiliki tradisi yang kaya dalam menjaga hubungan baik antar agama.

“Di NTB, kita sudah lama hidup berdampingan dengan berbagai keyakinan. Perayaan Natal menjadi kesempatan untuk menunjukkan bagaimana Islam dan agama lain bisa berjalan beriringan dalam perdamaian. Moderasi beragama adalah kunci,” ungkap Lalu Aksar.

Ansori juga mengingatkan pentingnya dialog antarumat beragama sebagai bentuk penguatan nilai-nilai kebangsaan. Dalam suasana Natal, umat Islam diajak untuk menunjukkan solidaritas dengan memberikan dukungan moral kepada saudara-saudara Kristiani.

Sebagai upaya konkret untuk mendukung moderasi beragama, berbagai program pertemuan lintas agama telah dilakukan di NTB. 

“Kegiatan seperti ini menjadi bukti bahwa kita bisa bersatu dalam keberagaman. Pesan moderasi beragama harus diwujudkan dalam tindakan nyata, bukan hanya wacana,” kata Ansori. 

Baca juga: Wali Kota Bima: Keberagaman Agama Jadi Sumber Kekuatan yang Mempersatukan

Ansori menekankan pentingnya keterlibatan pemerintah daerah dalam mendukung program-program moderasi beragama. Menurutnya, pemerintah memiliki peran strategis dalam menciptakan kebijakan yang inklusif dan melibatkan semua elemen masyarakat.

Perayaan Natal di NTB diharapkan menjadi momentum untuk memperkuat persaudaraan dan kebersamaan. Dengan semangat toleransi beragama, perbedaan keyakinan bukanlah halangan untuk hidup harmonis.

“Mari jadikan Natal sebagai momen untuk mempererat persaudaraan, menjaga kedamaian, dan memperkuat semangat kebangsaan. Moderasi beragama adalah jalan kita bersama menuju Indonesia yang damai dan sejahtera,” kata Ansori.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved