Opini
Ummi Rohmi dan Mitologi Putri Mandalika
Jika Putri Mandalika menceburkan diri ke laut demi mencegah konflik antar raja yang memperebutkan dirinya, kini Ummi Rohmi di posisi lebih layak.
Oleh: Ahmad Efendi
*Pemerhati Sosial-Politik, Staf Pengajar Pada Jurusan Sosiologi Agama UIN Mataram. Ketua Komunitas Batur NTB.
"Perebutan" Ummi Rohmi untuk menjadi pasangan bakal calon pada Pemilihan Umum Gubernur (Pilgub) NTB oleh beberapa tokoh (laki), mengingatkan penulis akan mitologi Putri Mandalika yang terus direproduksi oleh masyarakat Lombok sampai hari ini.
Ummi Rohmi pernah diributkan oleh bakal calon Pilgub seperti Miq Gita Ariadi ketika masih berada di tanah suci Makkah dengan menulis artikel berjudul Umrah Lagi atau Lagi Umrah. Serangkai tulisan yang cukup menarik dengan model singkatan judul yang berarti Ummi Rohmi - Lalu Gita atau Lalu Gita -Ummi Rohmi. Belakangan muncul Zul-Rohmi Jilid II dan disusul kemunculan Ummi Rohmi -Musafirin (Rofi).
Jikalau dahulu Putri Mandalika menceburkan diri ke laut demi mencegah konflik (perang) antara raja-raja yang memperebutkan dirinya, maka kini Ummi Rohmi justru menempatkan dirinya di posisi yang lebih layak.
Kenyataan ini memang sejalan dengan kondisi zaman yang memang telah mengalami perubahan (kemajuan). Dahulu kala orang yang lebih lemah seperti perempuan tidak punya banyak pilihan selain menjadi objek, namun kini baik laki maupun perempuan ada hubungan saling mengisi.
Hubungan terkini antara laki dengan perempuan merupakan hubungan yang memiliki sejarah panjang sampai kemudian berada pada fase setara. Bagaimana pun peran dan tanggung jawab memang bisa dipertukarkan. Sama dengan hubungan rumah tangga antara laki dan perempuan yang saling berganti peran.
Perempuan mencuci pakaian. Laki-laki juga bisa mencuci pakaian. Perempuan memasak. Laki-laki juga jago memasak. Perempuan bisa merawat anak. Laki-laki juga bisa demikian dan seterusnya.
Kondisi demikian sudah selayaknya karena fase ketertindasan perempuan sudah lewat ditelan zaman. Sebenarnya fase ketertindasan perempuan pernah terjadi di banyak belahan dunia. Misalnya di Jazirah Arab, ketika zaman Nabi Muhammad lahir dikatakan bahwa bayi perempuan yang lahir tidak dihargai, sehingga langsung saja dibunuh dengan cara dikubur.
Di Eropa juga pada masa lampau perempuan hanya dijadikan barang eksploitasi untuk sekedar pemuas kebutuhan biologis laki-laki. Di masa Romawi juga perempuan diperlakukan tidak layak. Ketika menjadi istri, ia boleh dijual kepada orang lain.
Intinya posisi perempuan berada pada titik terendah pada masa abad ke-5 Masehi. Di peradaban Hindu dan China di angka sebelum 17 Masehi apabila suami dari perempuan itu mati maka perempuannya harus ikut mati. (Nugroho Riant, 2008).
Dari deskripsi mengenai sejarah keberadaan perempuan di atas dapat dipetik pelajaran bahwa peradaban manusia sebelumnya pernah menempatkan perempuan hanya sebagai obyek.
Bahkan sepertinya peradaban manusia yang terlihat di masa lalu sepertinya manusia belum sepenuhnya mempunyai akal pikiran yang sehat. Bayang-bayang itu kemudian membekas jauh ke depan yang bisa pula memberikan sedikit banyak pengaruh bagi cara melihat perempuan.
Apalagi pada bangsa-bangsa yang pernah mengalami kolonialisasi seperti Indonesia, tentunya mempunyai pengaruh yang sangat kuat di dalam cara pandang melihat perempuan.
Padahal baik kaum laki maupun perempuan dapat hidup saling melengkapi dan saling berbagi peran. Oleh karena itu masyarkat harus maju. Masyarakat tidak boleh menjadi bayang-bayang kehidupan masa lalu yang menempatkan perempuan seolah hanya pantas menjadi obyek penderita dan pelengkap.
Bahkan jika mau kembali ke Al-quran bahwa ada kisah Ratu Saba di sana, di surat Saba. Artinya Al-quan tidak sekedar membuat kisah, tetapi juga menggambarkan kenyataan riil untuk menjadi acuan, di mana perempuan juga pernah dan bisa menjadi raja jauh sebelum wacana kesetaraan dikemukakan.
Tantangan Utama Gubernur Iqbal dari Bangsa Sasak Sendiri |
![]() |
---|
Masnun Tahir: Antara UIN Mataram dan NU NTB |
![]() |
---|
Merawat Kebersamaan Tanpa Unjuk Rasa, MotoGP Wajah Indonesia dari NTB untuk Dunia |
![]() |
---|
Hultah NWDI: Warisan Spiritualitas dan Kebersamaan |
![]() |
---|
Refleksi Pelantikan PW NU NTB: Mengikat Ukhuwah, Menata Masa Depan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.