Kekerasan Seksual pada Anak Kian Mengerikan, Banyak Kasus Mandek di Tangan Aparat

Alasan kasus tersebut tidak ditindaklanjuti aparat penegak hukum, khususnya kepolisian, karena diduga ada campur tangan pihak lain dalam kasus itu.

Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Sirtupillaili
net
Ilustrasi kekerasan anak 

Laporan wartawan TribunLombok.com, Robby Firmasnyah

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Kasus-kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, termasuk pondok pesantren di Nusa Tenggara Barat (NTB) kian mencemaskan.

"Ini merupakan bentuk kegelisahan terhadap maraknya kasus kekerasan seksual di NTB yang belum diselesaikan oleh aparat penegak hukum, khususnya kepolisian," kata Direktur Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Ahmad Hidayat, saat membuka acara diskusi terbatas, di Mataram, Senin (10/4/2023).

Diskusi yang dilaksanakan menjelang berbuka puasa tersebut, turut dihadiri beberapa narasumber, antara lain, Joko Jumadi akademisi Universitas Mataram sekaligus pihak Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram.

Kemudian, perwakilan jurnalis Abdul Latif Apriaman, dan pengacara anak Yan Mangandar.

Joko Jumadi mengatakan, kasus kekerasan seksual terhadap anak di NTB banyak yang tidak selesai.

Baca juga: Kasus Kekerasan Seksual di NTB Banyak Tak Terselesaikan, PKBI Siapkan Rencana Aksi

Terutama kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan sekolah maupun pondok pesantren (ponpes).

Alasan kasus tersebut tidak ditindaklanjuti aparat penegak hukum, khususnya kepolisian, karena diduga ada campur tangan pihak lain dalam kasus tersebut.

"Kapolres juga tidak berani menindaklanjuti kasus tersebut," kata Joko.

Joko menyebutkan salah satu kasus yang terjadi di salah satu Ponpes di Lombok Timur.

Seorang pimpinan Ponpes melakukan kekeresan seksual kepada santrinya sendiri.

"Itu kasus beberapa tahun lalu, dan sampai sekarang belum ada tindakan baik yang dilakukan kepolisian," sebutnya.

Lebih lanjut akademisi Fakultas Hukum Universitas Mataram ini menyebutkan kasus di salah satu Ponpes di Gunungsari, Lombok Barat dan Kota Mataram.

"Bahkan sudah sampai mengarah kepada hubungan sesama jenis," sebutnya.

Lebih lanjut Joko mengatakan, pihaknya sering membantu aparat penegak hukum untuk menyelesaikan banyaknya kasus tersebut.

"Saya juga sering diperiksa sebagai saksi. Kami juga sering membantu kepolisian untuk mencari para pelaku. Tapi sekarang tidak tahu, berkas-berkas itu masih ada atau tidak," kata Joko dengan ekspresi kesal.

Sementara itu, pengacara anak NTB Yan Mangandar menilai kasus ini tidak mendapatkan perhatian khusus dari aparat penegak hukum karena sebagian besar para korban adalah orang kurang mampu.

Selain itu para korban mengalami intimidasi ketika ingin melaporkan kejadian yang dialaminya kepada aparat penegak hukum.

"Banyak yang saya temui mereka mengalami intimidasi," lanjut Yan.

Tindakan senioritas di lingkungan popes dianggap sebagai salah satu penyebab kasus kekerasan seksual terjadi.

"Biasanya senior mereka akan mengatakan 'kalau tidak kuat, silakan keluar dari sini'," kata Yan Mangandar.

Lebih lanjut Yan menceritakan, dirinya sering berdebat dengan para pengurus sekolah maupun pondok pesantren jika ingin menyelesaikan kasus tersebut.

Jurnalis Tempo Abdul Latif Apriaman mengatakan, saat ini tidak sedikit jurnalis yang memberitakan kasus kekerasan seksual dengan tidak menyembunyikan identitas para korban.

Pemberitaan terhadap kasus kekerasan di bawah umur mesti menggunakan etika jurnalis ramah anak dan perlu memperhatikan aturan yang berlaku.

"Apalagi para korban merupakan anak yang masih di bawah umur. Tentu proses pemberitaanya harus lebih hati-hati, seperti menyembunyikan nama dan asal korban," kata Latif.

Dosen Universitas Islam Negeri Mataram ini juga mengatakan, banyak jurnalis di NTB akhir-akhir ini sering memberitakan berdasarkan rilis kepolisian.

"Padahal tugas jurnalis adalah mencari tahu dan mendalami setiap kasus," lanjutnya.

Dia juga menegaskan, jurnalis seharusnya bisa mengadvokasi kasus-kasus kekerasan seksual ini.

Sebagai bentuk komiten dari diskusi ini, rencananya PKBI dengan beberapa pihak lainnya akan membuat kertas posisi tentang kekerasan seksual.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved