Transaksi Rp349 Triliun Terungkap dari Perbincangan Presiden Jokowi dengan Mahfud MD

Mahfud MD menjelaskan penyebab menurunnya indeks persepi korupsi Indonesia karena kasus di bea cukai dan perpajakan

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Mahfud MD saat RDPU bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta Rabu (29/3/2023) malam. Mahfud MD menjelaskan penyebab menurunnya indeks persepi korupsi Indonesia karena kasus di bea cukai dan perpajakan. 

TRIBUNLOMBOK.COM, JAKARTA - Menko Polhukam RI Mahfud MD mengungkap awal mula mencuatnya penelusuran transaksi mencurigakan Rp 349 triliun di Kemenkeu.

Ketua Komite TPPU ini menyinggung soal perbincangannya dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di pesawat.

Ihwalnya, Mahfud MD satu pesawat dengan Jokowi dalam perjalanan pulang ke Jakarta dari acara 1 Abad NU di Sidoarjo, Jawa Timur.

Awalnya mengemuka soal keresahan Jokowi mengenai indeks persepsi korupsi Indonesia.

"Presiden pada waktu itu, agak marah kenapa kok indeks persepsi korupsi kita itu turun dari 38 menjadi 34," kata Mahfud MD saat RDPU bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta Rabu (29/3/2023) malam.

Mahfud pun mengaku sudah mengundang Transparency International hingga Litbang Kompas untuk mencari data terkait indeks persepsi korupsi dimaksud.

Baca juga: Komentar Sri Mulyani Soal Beda Data Transaksi Janggal 300 T dari PPATK ke Mahfud MD dan ke APH

Mahfud kemudian menjelaskan penyebab menurunnya indeks persepi korupsi Indonesia tak lain karena korupsi di bea cukai dan perpajakan serta sektor pelayanan publik.

Hal tersebutlah yang menurut Mahfud menjadi masalah yang paling besar yang membuat indeks persepsi korupsi Indonesia anjlok.

Mahfud lalu menukil catatan Trasparency International Indonesia korupsi paling besar juga terjadi di DPR.

Sebabnya, kata Mahfud, banyak anggota dewan yang berfungsi ganda yakni punya profesi di luar sekaligus menjadi anggota DPR.

Sedangkan untuk menghidupkan profesi di luarnya, kata dia, anggota Dewan menggunakan kedudukannya sebagai anggota DPR.

"Oleh karena itu sejak itu saya, ini pajak dan bea cukai ini jadi masalah," kata Mahfud.

Ia pun kemudian menyoroti kasus penganiayaan yang dilakukan anak pegawai pajak Rafael Alun Trisambodo hingga mencuatnya profil kekayaan Rafael yang dinilai janggal.

Mahfud kemudian memerintahkan PPATK untuk menelisik lebih jauh soal Rafael.

"Itulah yang terjadi saudara. Jadi kalau latar belakangnya. Lalu sesudah itu ditemukan lagi begitu banyak dari situ, saya minta rekap, jadi saya yang minta rekap (transaksi mencurigakan di lingkungan Kemenkeu)," kata Mahfud.

Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi (PPATK) Ivan Yustiavandana, menjelaskan mengenai isu transaksi mencurigakan sekitar Rp 349 triliun yang dipermasalahkan Menko Polhukam Mahfud MD, ada perbedaan data yang dipegang oleh Mahfud MD dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Mahfud MD menyebut, dari jumlah Rp 349 triliun transaksi mencurigakan yang ada di Kemenkeu senilai Rp 35 triliun.

Namun hal itu ditepis oleh Menkeu Sri Mulyani menjadi Rp 3,3 triliun yang dia sampaikan dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI beberapa hari lalu.

"Ini tidak mau meng-counter pendapat siapa pun juga dengan rasa hormat, dengan rasa kerendahan hati, hanya ingin mengungkapkan fakta sebenarnya terkait dengan klaster yang tadi," kata Ivan dalam RDPU dengan Komisi III, Rabu (29/3/2023).

Dikatakan Ivan, angka Rp 35 triliun yang ditemukan oleh PPATK berasal itu dari perusahaan-perusahaan cangkang yang di miliki dari satu oknum.

Bahkan, Ivan pun telah menyampaikan data tersebut kepada Bea Cukai. Namun, hasil data pemeriksaan itu tidak ada berkasnya di Kemenkeu.

"Kami menyampaikan banyak perusahaan jadi misalnya oknumnya satu, perusahaanya lima, tujuh dan segala macam," ucap dia.

"Ini dikeluarkan, sehingga angka Rp 35 triliun yang ditemukan oleh PPATK. Setelah dikeluarkan entitas perusahaan menjadi Rp 22 triliun yang tidak ada Kemenkeu. Lalu dikeluarkan lagi dari entitas yang ada Kemenkeu menjadi Rp 3,3 triliun," sambungnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani membantah temuan transaksi mencurigakan senilai total Rp 349 triliun seluruhnya terjadi di lingkungan Kementerian Keuangan.

Baca juga: Mahfud MD: Transaksi Mencurigakan Rp 300 T di Kemenkeu Libatkan 460 Orang dan Ada 160 Laporan Lebih

Menurutnya, dari total Rp 349 triliun temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), hanya ada Rp 3,3 triliun melibatkan pegawai Kemenkeu.

"Jadi yang benar-benar berhubungan dengan pegawai Kemenkeu itu Rp 3,3 triliun. Ini 2009-2023, 15 tahun," kata Sri Mulyani saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/3/2023).

Sri Mulyani menjelaskan pihaknya menerima sebanyak 300 surat soal transaksi Rp 349 triliun dari Kepala PPATK Ivan Yustiavandana pada Senin, 13 Maret 2023.

Dia menyebut 300 surat terdiri dari 135 inquiry Kemenkeu, 65 inisiatif PPATK, dan 100 surat yang dikirim ke aparat penegak hukum (APH).

"100 surat itu adalah surat PPATK kepada APH lain bukan ke kita dengan nilai transaksi Rp 47 triliun. Itu periodenya 2009-2023," ujar Sri Mulyani.

Sementara dalam 65 surat dengan nilai transaksi Rp 253 triliun adalah terkait data dari transaksi, debit, kredit operasional perusahan-perusahaan dan korporasi yang tidak ada hubungan dengan pegawai Kemenkeu.

"Sehingga yang benar-benar berhubungan dengan kami terkait dengan kalau ini menyangkut tupoksi pegawai Kemenkeu ada 135 surat, nilainya Rp 22 triliun," jelas Sri Mulyani.

Sri Mulyani menambahkan dari Rp 22 triliun tersebut, hanya Rp 3,3 triliun yang berhubungan dengan pegawai Kemenkeu.

(Tribunnews.com)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kontroversi Transaksi Rp 349 Triliun: Sri Mulyani-Mahfud MD Akan Dipertemukan, Sikap DPR Terbelah dan Obrolan Mahfud MD dengan Presiden di Pesawat Jadi Latar Belakang Diungkapnya Transaksi Rp349 T

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved