Heran Vonis Ringan Terdakwa Korupsi Kelangkaan Minyak Goreng, Pakar Hukum Pidana: Ironis

Achmad Suparji heran dengan putusan 3 tahun bagi pejabat kementerian dan satu setengah tahun untuk pengusaha minyak goreng

(KOMPAS.com / IRFAN KAMIL)
Lima terdakwa kasus dugaan korupsi terkait izin ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (21/12/2022). 

“Hal ini terlihat bahwa intervensi pemerintah terhadap pasar khususnya terhadap minyak goreng termasuk salah satu faktor yang berkontribusi mengakibatkan kelangkaan migor (minyak goreng) dan kenaikan harga migor di pasar,” kata hakim.

Menurut hakim, pemerintah telah melakukan kesalahan dalam mengintervensi pasar.

Tindakan ini tidak didukung infrastruktur sebagaimana pada sektor BBM, yakni keberadaan Pertamina.

“Pemerintah tidak memiliki stok minyak goreng dan tidak memiliki badan atau lembaga yang menguasai minyak goreng,” ujar hakim.

Tidak hanya itu, majelis hakim juga berpendapat bahwa kerugian perekonomian negara yang didakwakan Jaksa tidaklah riil atau berdasarkan asumsi.

Jumlah kerugian perekonomian tersebut, sebesar Rp 10.960.141.557.673 merujuk pada laporan ahli bernama Himawan Pradipta bersama tim dari Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM). Hal ini timbul akibat minyak goreng di pasaran langka.

“Setelah majelis hakim meneliti pendapat ahli maupun hasil perhitungan kerugian perekonomian negara yang dihasilkan oleh ahli Himawan Pradipta dan tim tersebut ternyata masih bersifat asumsi belum bersifat riil atau nyata,” kata Liliek di ruang sidang, Rabu (4/1/2023).

Menurut Liliek, pembuktian kerugian keuangan negara sulit dilakukan. Sebab, sampai saat ini belum ada ketentuan yang mengatur perekonomian negara.

Hal ini berbeda dengan perhitungan kerugian negara. Aturan perhitungan kerugian jenis ini telah tersedia.

Sementara itu, kata Liliek, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa kerugian negara dan kerugian perekonomian negara harus nyata atau actual loss.

Dua kerugian ini tidak boleh hanya perkiraan, potential loss, maupun asumsi.

Berdasarkan uraian itu, hakim berpendapat perhitungan yang dikeluarkan Himawan itu tidak bisa menjadi dasar menentukan adanya kerugian perekonomian negara dalam kasus ini.

“Sehingga oleh karenanya unsur merugikan perekonomian negara tidak terpenuhi pada perbuatan terdakwa,” ujar Liliek.

Kejaksaan Agung melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung ketut Sumedana menyatakan pihaknya akan mengajukan banding. Kejaksaan Agung menilai putusan majelis hakim tidak sesuai rasa keadilan masyarakat dan kerugian negara akibat krisis minyak goreng.

"Penuntut umum melakukan upaya hukum banding karena tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat, terutama kerugian yang diderita masyarakat, yakni perekonomian negara dan termasuk kerugian negara," kata Ketut dalam keterangan tertulis, Rabu (4/1/2023).

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved