Heran Vonis Ringan Terdakwa Korupsi Kelangkaan Minyak Goreng, Pakar Hukum Pidana: Ironis
Achmad Suparji heran dengan putusan 3 tahun bagi pejabat kementerian dan satu setengah tahun untuk pengusaha minyak goreng
TRIBUNLOMBOK.COM - Pakar hukum pidana Suparji Achmad menyatakan putusan perkara korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya termasuk minyak goreng tidak memenuhi rasa keadilan di masyarakat.
“Ini jadi sangat ironis,” jelas Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia ini, Kamis (5/1/2023) dikutip dari keterang persnya.
Menurutnya, pada terdakwa dinyatakan terbukti melanggar Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi tentang penyalahgunaan wewenang, menimbulkan kerugian negara dan perekonomian negara.
"Tapi hukumannya yang ringan sebagaimana diatur Pasal 5 tentang suap," ucapnya.
Menurut Suparji, putusan ini tidak sebanding dengan apa yang telah terjadi di masyarakat saat minyak goreng hilang di pasaran, harus berdesak-desakan, mengantre berjam-jam.
Baca Selanjutnya: Vonis ringan terdakwa kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah
Tetapi pada sisi lain diduga ada pengusaha yang bisa menjual CPO ke luar negeri mendapat untung besar sehingga bisa memperkaya diri dengan bantuan pejabat di kementerian.
“Jadi (jaksa) harus melakukan upaya banding untuk mendapatkan keadilan yang lebih tinggi,” tegasnya.
Dia berharap lewat upaya hukum lanjutan atas putusan tersebut, hakim di tingkat banding bisa menghukum berat kasus minyak goreng tersebut sehingga terpenuhi rasa keadilan di masyarakat.
“Mudah-mudahan hakim pengadilan banding menyatakan bersalah dan bisa memberikan hukuman maksimal 20 tahun atau seumur hidup,” harap Suparji.
Sebagai informasi, Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (4/1/2022), menjatuhkan hukuman kepada para terdakwa kasus minyak goreng lebih rendah dari tuntutan jaksa, karena kerugian negara tidak terbukti dalam persidangan.
Putusan para terdakwa yakni, mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indra Sari Wisnu Wardhana divonis 3 (tiga) tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider dua bulan.
Sementara Jaksa menuntut 7 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Terdakwa Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor divonis satu setengah tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider dua bulan.
Sementara Jaksa menuntut 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Terdakwa Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley Ma divonis satu tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider dua bulan.
| Kejati NTB Sebut Kerugian Negara Kasus Dugaan Korupsi Lahan Eks PT GTI Rp 1,4 Miliar |
|
|---|
| Kejati NTB Ajukan Banding untuk Dua Terdakwa Korupsi NCC |
|
|---|
| Sertifikat Lahan PT GNE Digadai di Bank, Uang Pinjaman Dipakai Mendanai Operasional |
|
|---|
| Eks Direktur dan Komisaris PT GNE Diperiksa Terkait Kasus Penyertaan Modal |
|
|---|
| Kejati NTB Buka Peluang Tersangka Baru Kasus Korupsi LCC |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/lombok/foto/bank/originals/sidang-kasus-minyak-goreng-04012023.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.